OKSIGEN TERLARUT
(DO)
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehidupan organisme
di perairan, sangat tergantung pada kualitas air dimana tempat organisme
tersebut hidup. Air yang berkualitas baik akan sangat menunjang masa
pertumbuhan pada organisme perairan, baik hewan maupun tumbuhan, termasuk salah
satunya pada kualitas air dilihat dari segi kimia, dimana unsur kimia dalam air
berfungsi sebagai pembawa unsur-unsur hara, mineral, vitamin dan gas-gas
terlarut dalam air seperti Oksigen terlarut (DO).
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen =DO) dibutuhkan oleh semua jasad
hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian
menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen
juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses
aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses
difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam
perairan tersebut (Salmin, 2000). Kecepatan difusi oksigen dari udara,
tergantung dari beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu, salinitas,
pergerakan massa air dan udara.
Atas dasar penjelasan di atas,
maka dari itu perlu dilakukan praktikum mengenai O2 terlarut dalam
air agar dapat mengetahui serta memahami lebih jelas tentang pengaruh baik
buruknya kandungan O2 terlarut terhadap organisme perairan.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum Limnologi
mengenai Oksigen terlarut (DO), yaitu agar para praktikan dapat mengetahui
kandungan kadar oksigen terlarut serta pengaruh positif dan negatif terhadap
kadar Oksigen terlarut (DO) terhadap organisme perairan.
Kegunaan dari
praktikum Limnologi mengenai Oksigen terlarut (DO), yaitu sebagai penambahan
ilmu pengetahuan secara langsung kepada para praktikan untuk mengetahui
kandungan kuantitas dan kualitas Oksigen terlarut (DO) yang baik terhadap
oranisme perairan.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sifat Fisika Air
2.1.1 Kecerahan
Kecerahan merupakan
parameter fisika yang erat kaitannya dengan proses fotosintesis dalam lingkup
perairan terutama pada tumbuhan. Kecerahan yang tinggi menunjukkan daya tembus
cahaya matahari yang jauh ke dalam perairan. Kecerahan sangat penting dalam
kehidupan ekositem perairan terutama ikan
(Erikarianto, 2008).
Pada perairan kecerahan
merupakan ukuran transparansi perairan dan pengukuran cahaya sinar matahari
didalam air dapat dilakukan dengan menggunakan alat pengukur kecerahan yang
biasanya di sebut dengan Secchi disk.
Satuan untuk nilai kecerahan dari suatu perairan dengan alat tersebut adalah
satuan meter. Jumlah cahaya yang diterima oleh fitoplankton diperairan asli
bergantung pada intensitas cahaya matahari yang masuk kedalam permukaan air dan
daya perambatan cahaya didalam air. Secara umum kecerahan perairan dalam media
budidaya yang baik berkisar antara 30 – 40 cm (Effendi, 2003).
2.1.2 Suhu
Menurut
Susanto (1991), suhu adalah salah
satu sifat fisik yang dapat mempengaruhi nafsu makan dan pertumbuhan pada ikan.
Suhu juga dapat mempengaruhi makhluk hidup dalam pertukaran zat-zat atau
metabolisme. Keadaan ini jelas terlihat pada jumlah plankton yang beriklim
sedang lebih banyak dibanding yang beriklim tropis. Ini karena pada daerah yang
beriklim panas, proses perombakannya berlangsung lebih cepat sehingga tidak
memungkinkan plankton untuk tumbuh dalam jumlah yang besar.
Menurut Achmad (2004), pengaruh suhu
sangat penting dalam kasus oksigen. Kelarutan oksigen dalam air pada berbagai suhu berpengaruh terhadap
kelarutan gas-gas dalam air. Dengan kenaikan suhu air, terjadi penurunan
kelarutan oksigen (O2) yang
dibarengi dengan naiknya kecepatan pernapasan organisme perairan, sehingga
sering menyebabkan adanya suatu keadaan naiknya kebutuhan oksigen diikuti oleh
turunnya kelarutan gas tersebut dalam air.
2.2
Sifat Kimia Air
2.2.1 Sumber Oksigen
Terlarut (DO) Dalam Perairan.
Oksigen merupakan salah satu
unsur yang keberadaannya sangat dibutuhkan oleh semua mahluk hidup. Oksigen
yang terdapat di atmosfir bumi sekitar 210 mg/liter. Dalam perairan oksigen
merupakan gas terlarut yang kadarnya bervariasi dalam setiap perairan. Dalam
perairan, oksigen dapat bersumber antara lain dari aktifitas fotosintesis,
tumbuhan air maupun fitoplankton dengan bantuan energi matahari serta dari
proses difusi oksigen yang berasal dari bumi (Effendi, 2003).
Menurut Susanto
(1991), oksigen juga dapat bersumber dari adanya aliran air baru yang masuk ke
dalam suatu kolam air yang terjadi oleh adanya turbelensi dan terjadi arus
sehingga kadar O2 di perairan meningkat.
2.2.2
Standar Kadar
Oksigen Terlarut ( DO) yang Baik.
Menurut Susanto (1991), Kadar oksigen
terlarut dalam air sebanyak 5 – 6 ppm dianggap paling ideal untuk tumbuh dan
berkembang biak ikan di kolam, sedangkan batas minimum oksigen dalam perairan
adalah 3 ppm. Namun ada beberapa jenis ikan yang mampu hidup pada konsentrasi
oksigen 3 ppm. Namun konsentrasi minimum yang masih dapat diterima oleh
sebagian besar biota untuk dapat tetap bertahan hidup adalah sebesar 5 ppm.
Pada konsentrasi 4 ppm beberapa jenis masih dapat bertahan hidup namun nafsu
makannya mulai menurun. Untuk konsentrasi yang baik bagi budidaya perairan
yaitu antara 5 – 7 ppm.
Menurut Kordi
(2005), batas minimum oksigen dalam perairan adalah 3 ppm. Namun ada beberapa
jenis ikan yang mampu hidup pada konsentrasi oksigen 3 ppm. Namun konsentrasi
minimum yang masih dapat diterima oleh sebagian besar biota untuk dapat tetap
bertahan hidup adalah sebesar 5 ppm. Pada konsentrasi 4 ppm beberapa jenis
masih dapat bertahan hidup namun nafsu makannya mulai menurun. Untuk
konsentrasi yang baik bagi budidaya perairan yaitu antara 5 – 7 ppm.
2.2.3
Dampak Kelebihan
Serta Kekurangan Oksigen Terlarut (DO).
Kelebihan serta kekurangan
oksigen dalam air, akan berdampak negatif pada organisme yang berada dalam
perairan. Organisme dalam perairan khususnya ikan, akan mengalami stres bahkan
terjadi kematian apabila kadar oksigen terlarut dalam air akan menurun atau
lebih (Sitanggang dan Sarwono, 2006).
Menurut Asmawi (1986), saat kadar oksigen terlarut dalam
perairan berkurang kecepatan makan ikan pun akan berkurang. Atau jika kadar
oksigen kurang dari 1 ppm ikan akan berhenti makan. Tetapi saat kadar oksigen
terlarut berada dalam jumlah yang sangat banyak ikan-ikan memang jarang mati,
namun pada saat tertentu hal yang demikian dapat mematikan ikan, sebab di dalam
pembuluh-pembuluh darah terjadi emboli gas yang mengakibatkan tertutupnya
pembuluh-pembuluh rambut dalam daun-daun insang ikan.
2.2.4
Sebab-Sebab
Kenaikan dan Penurunan Kadar Oksigen Terlarut (DO).
Kenaikan kadar oksigen di
perairan secara umum disebabkan oleh berlangsungnya proses fotosintesis. Pada
siang hari saat terjadi proses fotosintesis kadar oksigen dalam perairan
mencukupi untuk kebutuhan respirasi. Namun pada saat suhu yang tinggi yang
kemudian mempengaruhi aktifitas biota budidaya akan mengakibatkan kadar oksigen
berkurang. Proses respirasi tumbuhan dan hewan pada malam hari juga
mengakibatkan hilangnya oksigen
(Afrianto dan Liviawaty, 1991).
Pada umumnya
perairan yang telah tercemar kandungan oksigennya sangat rendah, hal ini karena
oksigen terlarut di dalam air diserap oleh mikroorganisme untuk
memecah/mendegradasi bahan buangan organik sehingga menjadi bahan yang mudah
menguap. Selain itu bahan buangan organik juga dapat bereaksi dengan oksigen
yang terlarut di dalam air sehingga makin sedikit sisa kandungan oksigen yang
terlarut di dalamnya (Lesmana dan Bambang, 2001).
2.2.5
Hubungan Antara
Oksigen Terlarut (DO) Terhadap Parameter Lainya.
Menurut Fujaya (
2000), tingkat kelarutan oksigen dalam perairan kadarnya bertolak belakang
dengan beberapa parameter kualitas air lainnya. Kadar oksigen akan meningkat
pada suhu yang rendah dan akan berkurang seiring dengan naiknya suhu. Kelarutan
oksigen juga akan menurun bila terjadi kenaikan salinitas, pH, dan kadar CO2.
Kadar oksigen (O2)
dalam perairan tawar akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan
berkurangnya kadar alkalinitas. Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan
lebih tinggi karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas. Dengan
bertambahnya kedalaman akan mengakibatkan terjadinya penurunan kadar oksigen
terlarut dalam perairan (Salmin, 2000).
Kehadiran karbon dioksida (CO2) sangat erat kaitanya
dengan kuantitas atau jumlah keberadaan kadar oksigen dalam air, dimana
kenaikan kadar karbondioksida akan selalu diikuti oleh penurunan kadar oksigen
sehingga ini akan mempengaruhi kelangsungan hidup suatu organisme yang hidup
dalam lingkup perairan (Susanto, 1991).
2.2.6
pH
Derajat keasaman atau pH dalam air menunjukan
aktifitas ion hidrogen dalam larutan tersebut dan dinyatakan sebagai
konsentrasi ion hidrogen (dalam mol per liter) pada suhu tertentu atau dapat
ditulis pH = log (H+). Jika pH dalam perairan < 4,5 maka air
bersifat racun bagi ikan, sedangkan pH > 9,0 pertumbuhan ikan sangat
terhambat. Maka dari itu pH yang diperlukan agar ikan mengalami pertumbuhan
yang optimal yaitu 6,5 – 9,0 (Kordi, 2004).
Menurut
Efendi (2003), pH 7 dikatakn netral, pH di atas 7 dikatakan basa, dan pH di
bawah 7 dikatakn asam. Kisaran pH yang
baik dalam perairan untuk proses budidaya yaitu berkisar antara 7 – 8. Dengan kondisi kisaran tersebut akan dapat
membantu pertumbuhan yang baik pada organisme perairan. Tetapi apabila dalam perairan mengalami
kisaran dibawah dan di atas nilai kisaran pH yang baik maka akan dapat
menghambat laju pertumbuhan pada organisme perairan.
2.3
Sifat Biologi
2.3.1 Flora
Flora merupakan jenis tumbuhan
dalam hal ini pada lingkup perairan seperti rumput laut, lamun, phytoplankton
dan sebagainya. Flora atau tumbuhan sangat berperan penting dalam kegiatan
perairan terutama dalam menghasilkan oksigen seperti phytoplankton. Dalam
proses hidupnya cahaya matahari merupakan parameter hidup paling mendasar untuk
kelangsungan hidup suatu jenis flora yaitu tumbuhan baik darat maupun perairan
dalam proses fotosintesis (Efendi, 2003).
2.3.2
Fauna
Fauna merupakan jenis hewan yang
hidup dalam suatu lingkungan. Pada perairan jenis hewan yang terdapat
didalamnya umumnya adalah ikan. Ikan pada perairan berperan sebagai konsumen
dalam proses rantai makanan dan terkadang sering menjadi predator (pemangsa).
Ikan hidup pada zona atau wilayah pelagis (permukaan) dan domersal (pedalaman)
yang disebabkan pada dasarnya ikan mempunyai karakteristik habitat yang berbeda
– beda (Kordi, 2007).
2.3.3
Produktifitas
Primer
Menurut Afrianto dan Liviawaty (1991), dalam budidaya, produktifitas primer sangat
dibutuhkan, karena sebagai penghasil oksigen terbesar untuk proses pernafasan
bagi organisme yang ada didalam perairan. Tingkat kesuburan perairan juga
mempengaruhi produktifitas primer, bila kesuburan perairan kurang bisa ditingkatkan
dengan cara pemupukan. Kesuburan diperairan dipengaruhi oleh kecepatan bahan
organik menjadi mineral. Pada perairan yang produktifitasnya tinggi, cahaya
matahari yang masuk hanya sedikit dikarenakan cahaya yang akan masuk terhalang
oleh fitoplankton yang ada dipermukaan air.
III. METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Limnologi
mengenai Oksigen Terlarut (DO) dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 28 Oktober
2011, dimulai Pukul 14.00 WITA sampai dengan selesai. Bertempat di Laboratorium
Perikanan, Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas
Tadulako, Palu.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada
praktikum Limnologi mengenai Oksigen Terlarut (DO) yaitu sebagai berikut :
Tabel 1. Alat – alat yang Digunakan Pada
Pengukuran O2 Terlarut.
NO
|
ALAT
|
KEGUNAAN
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
|
Botol BOD
Labu Erlenmeyer
Gelas Ukur
Pipet Tetes
Bola Karet
Penghisap
Termometer
Reflagtometer
pH-Meter
Alat tulis
menulis
|
·
Sebagai alat untuk tempat penyimpanan bahan organik yang
telah diencerkan.
·
Sebagai tempat zat yang akan dititrasi.
·
Sebagai alat untuk mengukur volume suatu zat kimia dalam
bentuk laruran.
·
Sebagai alat untuk pengambilan bahan larutan dalam volume
yang kecil/sedikit.
·
Sebagai alat untuk menghisap dan mengeluarkan cairan.
·
Sebagai alat untuk mengukur suhu.
·
Sebagai alat untuk mengukur salinitas.
·
Sebagai alat untuk mengukur tingkat keasamaan dalam
perairan.
·
Sebagai alat untuk mencatat hasil praktikum.
|
Bahan yang digunakan pada
praktikum Limnologi mengenai Oksigen Terlarut (DO) yaitu air sampel, larutan
mangano sulfat (MnSo4), alkali-Iodide (NaoH + ki), asam sulfat ( H2SO4),
amylum, standar sodium thiosulfat ( Na2S2O3).
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1
Sifat Fisika
3.3.1.1 Suhu
Adapun prosedur kerja suhu pada pengukuran mengenai Oksigen
Terlarut (DO) yaitu sebagai berikut :
1.
Mengambil alat pengukur suhu (termometer), meletakan
termometer hingga berada dibawah permukaan air.
2.
Mengamati kisaran suhu dan kemudian mencatatnya.
3.3.2
Sifat Kimia
3.3.2.1 Oksigen
Terlarut (DO)
Adapaun cara kerja pada
pengukuran mengenai Oksigen terlarut (DO) yaitu sebagai berikut :
1. Mengambil air sampel sebanyak 50
ml dan memasukan ke dalam botol BOD tanpa terdapat gelembung di dalamnya.
2. Menambahkan larutan MnSO4 dan
alkali iodida sebanyak 1 ml dengan menggunakan pipet skala, tutup botol dan
kemudian membolak balikkan botol hingga terbentuk endapan lalu diamkan.
3.
Menambahkan H2SO4 pekat sebanyak 1 ml
kemudian membolak balikkan kembali botol sampai semua endapan larut kembali.
4.
Memindahkan larutan ke dalam erlenmeyer sebanyak 50 ml
kemudian menitrasi dengan larutan natrium thiosulfate (Na2S2O3)
hingga terjadi perubahan warna dari kuning tua menjadi kuning muda dan mencatat
volume Na2S2O3 yang terpakai (p1).
5.
Menambahkan beberapa tetes amilum sampai larutan berwarna
biru, lalu menitrasi kembali larutan dengan Na2S2O3
sampai larutan kembali menjadi bening, dan menghitung volume peniter yang
terpakai (p2).
3.3.2.2
pH
Adapun prosedur kerja pH pada pengukuran
mengenai Oksigen Terlarut (DO) yaitu sebagai berikut :
1.
Mengambil pengukur pH (pH-Meter), membuka penutup membran
pHnya dan menekan tombol on/off untuk mengaktifkanya.
2.
Meletakan alat pH-Meter kedalam air sampai batas tertentu.
3.
Mengamati nilai pH air pada monitor pH-Meter dan
mencatatnya.
3.3
Analisa Data
Kadar oksigen dalam 1 liter air
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
Mg/l O2 terlarut = 1000 x p x N x 8
V
Keterangan : 1000 = ml per liter air
8 = Jumlah mg/1 O2 setara,
0,025 N Na2S2O3
V = Volume air yang dititrasi
N = Normalitas Na2S2O3 (
0,025 N )
p = Volume titran ( Na2S2O3
) yang digunakan
IV.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1
Hasil
Berdasarkan hasil pengamatan praktek di Laboratorium, maka
di dapatkan hasil sebagai berikut :
Gambar 1. Kadar
Oksigen Terlarut (DO) Antara Akuarium A dan B.
Gambar 2. pH Pada
Pengukuran Oksigen Terlarut (DO)
Akuarium A dan B.
4.2
Pembahasan
4.2.1 Perbandingan Oksigen Terlarut (DO) Hasil Pengamatan
Dengan Kadar Optimal.
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan di
laboratorium pada pengukuran mengenai Oksigen Terlarut (DO), suhu serta pH pada
akuarium A dan B, ternyata diperoleh hasil yang berbeda tentang kandungan kadar
oksigen pada setiap akuarium tersebut. Dimana pada aquarium A setelah diukur
kadar oksigennya yaitu berkisar rata-rata
5,93 mg/l, sedangkan pada aquarium B dengan kadar oksigen yaitu
rata-rata 5,97 mg/l yang masing-masing akuarium berada pada suhu 270C.
Kandungan kadar oksigen dari masing- masing akuarium tersebut termaksud dalam
standar kadar oksigen paling ideal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Susanto
(1991), bahwa kadar oksigen terlarut dalam air sebanyak 5 – 6 ppm dianggap
paling ideal untuk tumbuh dan berkembang biak pada ikan di kolam.
4.2.2
Perbandingan Kadar
Oksigen Terlarut (DO) Aquarium A dan B.
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan di laboratorium pada pengukuran mengenai Oksigen Terlarut
terhadap perbandingan kadar oksigen
terlarut antara akuarium A dan B sangat terlihat jelas perbedaan volume kadar
oksigen terlarutnya. Dimana pada saat pengukuran oksigen terlarut dalam akuarium,
meskipun kandungan kadar oksigen dalam air nilai rata – ratanya jika dibulatkan sama, akan tetapi kandungan kadar
oksigen dari masing – masing kelompok berbeda. Dimana terjadi tinggi dan
rendahnya oksigen terlarut pada kedua akuarium tersebut. Terlihat pada aquarium
A, kandungan kadar oksigen terlarut pada kelompok 2 yaitu 6,8 Mg/l, pada
kelompok 3 yaitu 5,8 Mg/l dan pada kelompok 6 kandungan oksigen terlarut yaitu
5,32 Mg/l. Sedangkan pada akuarium B, kandungan adar oksigen terlarutnya pada
kelompok 1 yaitu 6,08 Mg/l, kelompok 4 yaitu 6,08 Mg/l, dan kelompok 5 yaitu
5,76 Mg/l.
Titik paling rendah kadar oksigen terlarut
antara kedua akuarium tersebut setelah diamati, ternyata berada pada akuarium
A. Dimana pada akuarium A kadar oksigen
terlarut dari masing – masing kelompok hampir semua berkisar 5 Mg/l, sedangkan
pada akuarium B lebih tinggi yaitu berada pada 6,08 Mg/l.
Setelah diamati, perbandingan
kadar oksigen disebabkan karena terjadinya perampasan oksigen dalam akuarium
oleh organisme di dalamnya yaitu ikan, untuk proses respirasi atau pernapasan,
dengan kata lain dipengaruhi oleh jumlah
atau banyaknya ikan di dalam akuarium yang hanya berukuran 90 x 60 cm, dimana
pada akuarium A terdapat 3 ekor ikan,sedangkan pada akuarium B hanya terdapat 2
ekor ikan saja.
Jumlah serta ukuran pada akuarium
tersebut merupakan salah satu faktor pemicu kurangnya kadar oksigen dalam air.
Semakin banyak jumlah organisme tentunya akan semakin banyak pula zat sisa
hasil metabolisme yang akan mengendap didasar perairan. Hubunganya terhadap zat
sisa tersebut dengan kadar oksigen dalam air yaitu zat sisa atau hasil
metabolisme itu faktor tumbuhnya mikroorganisme dalam air yang akan
mempengaruhi jumlah dari kadar oksigen. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Lesmana dan Bambang ( 2001), pada umumnya perairan yang telah tercemar
kandungan oksigennya sangat rendah, hal ini karena oksigen terlarut di dalam
air diserap oleh mikroorganisme untuk memecah/mendegradasi bahan buangan
organik sehingga menjadi bahan yang mudah menguap. Selain itu bahan buangan
organik juga dapat bereaksi dengan oksigen yang terlarut di dalam air sehingga
makin sedikit sisa kandungan oksigen yang terlarut di dalamnya.
4.2.3
Hubungan Oksigen
Terlarut (DO) Dengan Parameter Lain.
Berdasarkan hasil praktikum yang
telah dilakukan di laboratorium pada
pengukuran mengenai Oksigen terlarut (DO), ternyata pada dasarnya memiliki
hubungan dengan parameter lainya. Dimana O2 terlarut dalam air
sangat mempengaruhi tinggi rendahnya kadar parameter lainya, Misalnya pengaruh
O2 terlarut terhadap karbondioksida. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Susanto (1991), apabila oksigen dalam air tinggi, maka kandungan
kadar karbondioksida akan turun, begitu pun sebaliknya. Sehingga ini akan
berpengaruh terhadap organisme yang hidup dalam lingkup perairan.
Selanjutnya, suhu
juga merupakan salah satu parameter yang mempunyai hubungan dengan kandungan
oksigen terlarut dalam air. Dimana kandungan kadar oksigen akan naik apabila
suhu berada dalam kondisi volume yang rendah, begitu pun sebaliknya. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Fujaya (2000), tingkat kelarutan oksigen dalam
perairan kadarnya bertolak belakang dengan beberapa parameter lainya seperti
suhu. Dimana kadar oksigen akan meningkat pada suhu yang rendah dan akan
berkurang seiring dengan naiknya suhu. Kelarutan oksigen juga akan menurun bila
terjadi kenaikan salinitas, pH, dan kadar CO2.
Akan tetapi, berdasarkan hasil praktikum yang telah
dilakukan di laboratorium dalam pengukuran mengenai Oksigen Terlarut (DO) yang
dilakukan antara akuarium A dan B, jarang terdapat hubungan naik dan turunya
kadar oksigen terlarut dengan parameter lainya, hal ini dikarenakan pada hasil
yang telah didapatkan yaitu pada kandungan kadar oksigen terlarut, merupakan
volume dalam kondisi yang ideal yaitu 5,9 mg/l. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Susanto (1991), bahwa kadar oksigen terlarut dalam air
sebanyak 5 – 6 ppm dianggap paling ideal untuk tumbuh dan berkembang biak pada
ikan di kolam.
V.
KESIMPULAN DAN
SARAN
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil pengamatan praktikum yang telah
dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.
Kandungan rata – rata oksigen terlarut pada akuarium A yaitu
5,93 dan akuarium B yaitu 5,97 Mg/l.
2.
Kedua sampel yang digunakan dalam praktikum limnologi
tentang oksigen terlarut (DO), tergolong baik untuk kegiatan budidaya dengan
kadar 5,9 Mg/l.
3.
Penyebab faktor meningkat dan menurunya oksigen terlarut
pada akuarium A dan B, disebabkan karena pengaruh suhu, jumlah organisme
terhadap ukuran aquarium, hasil metabolisme atau zat sisa dari organisme dan
kandungan parameter lainya seperti CO2.
5.2
Saran
Saran saya sebagai praktikan agar kedepanya dalam pengukuran
kadar oksigen terlarut, perlu ditambahnya pengukuran suhu secara bertahap,
misalnya pengukuran suhu dalam waktu setengah - setengah jam, tidak menutup
kemungkinan, suhu akan selalu berubah setiap waktu dan itu akan berpengaruh
pada kadar oksigen dalam air.
KARBONDIOKSIDA (CO2)
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Kehidupan organisme di
perairan, sangat tergantung pada kualitas air dimana tempat organisme tersebut
hidup. Air yang berkualitas baik akan sangat menunjang masa pertumbuhan pada organisme
perairan, baik hewan maupun tumbuhan, termasuk salah satunya pada kualitas air
dilihat dari segi kimia, dimana unsur kimia dalam air berfungsi sebagai pembawa
unsur-unsur hara, mineral, vitamin dan gas-gas terlarut dalam air seperti karbondioksida
(CO2).
Karbondioksida (CO2), merupakan
hasil proses kegiatan oksigen terlarut dalam air. Dengan kata lain oksigen
dengan karbondioksida terlarut saling berhubungan atau berkaitan langsung
terutama dalam proses kehidupan
organisme dalam air.
Karbondioksida (CO2)
merupakan sejenis senyawa kimia yang terdiri dari dua atom oksigen yang terikat
secara kovalen dengan sebuah atom karbon. Dalam lingkup kehidupan organisme
terutama dalam air, karbondioksida (CO2)
berfungsi sebagai proses respirasi dan fotosintesis untuk ikan dan
phytoplankton.
Kehidupan
organisme di perairan
juga tergantung pada tingkat kuantitas atau jumlah kadar CO2 terlarut,
dimana apabila tingkat kadar CO2 sangat tinggi, itu akan menyebabkan
matinya organisme perairan. Maka
dari itu, perlu dilakukanya praktikum mengenai CO2 terlarut
agar dapat mengetahui kuantitas dan
kualitas air pada perairan sehingga organisme dalam perairan dapat bertahan
hidup.
1.2
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum
Limnologi mengenai Karbondioksida (CO2) yaitu agar para praktikan
dapat mengetahui kandungan kadar karbondioksida serta pengaruh positif dan
negatif terhadap kadar Karbondioksida (CO2) terlarut terhadap
organisme perairan.
Kegunaan dari praktikum Limnologi mengenai Karbondioksida
(CO2) yaitu sebagai penambahan ilmu pengetahuan secara langsung
kepada para praktikan untuk mengetahui kandungan kuantitas dan kualitas
Karbondioksida (CO2) terhadap oranisme perairan.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Sifat Fisika Air
2.1.1 Kecerahan
Kecerahan air yaitu
suatu kondisi perairan yang jernih akibat hasil pancaran sinar matahari yang
masuk kedalam air. seichi disk
merupakan alat untuk mengukur tingkat kecerahan, dimana bentuknya berupa
piringan bulat kemudian diberi warna hitam dan putih lalu dihubugkan dengan
menggunakan tali berskala (Kordi, 2005).
Kecerahan dapat tergantung pada
warna dan kekeruhan yang terdapat didalam air. Pengukuran kecerahan didalam
suatu perairan dapat menggunakan secchi disk yaitu dengan melihat tingkat
kekeruhannya. Nilai kecerahan sangat dipengaruhi oleh adanya cuaca, kekeruhan
padatan yang tersuspensi dan terlarut (lumpur dan pasir halus) (Effendi, 2003).
2.1.2
Suhu
Suhu
adalah tingkat panas dinginya suatu benda. Suhu diukur dengan menggunakan alat
yaitu termometer. Suhu juga sangat mempengaruhi kandungan kadar karbondioksida
yang dihasilkan dalam air. Dimana semakin tinggi suhu maka kadar karbondioksida
pun ikut naik, sebaliknya jika suhu rendah kadar karbondioksida akan ikut
rendah dengan kata lain kandungan kadar oksigen akan meningkat pada suhu yang
rendah dan akan berkurang seiring dengan naiknya suhu (Zonnoveld dan Husiman, 1991).
2.2 Sifat Kimia Air
2.2.1 Sumber Karbondioksida
(CO2) Dalam Perairan.
CO2 atau
biasa disebut karbondioksida, terbentuk dalam air karena proses dekomposisi
(oksidasi) zat organik oleh mikroorganisme. Umumnya juga terdapat dalam air
yang telah tercemar. Sumber karbon
utama di bumi adalah atmosfer dan perairan, terutama lautan. Laut mengandung
karbon lima puluh kali lebih banyak daripada karbon diatmosfer. Perpindahan
karbon di atmosfer ke laut terjadi melalui proses difusi. Karbon yang terdapat
di laut cenderung mengatur karbondioksida di atmosfer. Karbon yang terdapat di
atmosfer dan di perairan di ubah menjadi karbon organic melalui proses
fotosintesis, kemudian masuk kembali ke atmosfer melalui proses respirasi dan
dekomposisi yang merupakan proses biologis mahkluk hidup
(Efendi, 2003).
2.2.2
Kadar
Karbondioksida ( CO2) yang Baik Untuk Budidaya.
Kadar karbondioksida (CO2)
yang baik bagi organisme peraiaran yaitu kurang lebih 15 ppm. Kisaran ini
merupakan toleransi kadar karbondioksida yang baik bagi pembudidaya, sangat
menjamin dalam proses pertumbuhannya. Akan tetapi menjadi racun bagi organisme
perairan apabila kadarnya mencapai 20 mg/l. (Mujiman, 1989).
2.2.3
Dampak
Kelebihan Serta Kekurangan Karbondioksida (CO2).
Kurangnya
karbondioksida (CO2) terlarut dalam perairan utamanya pada siang
hari dapat mengakibatkan terganggunya proses fotosintesis yang dilakukan oleh
organisme akuatik dan memperlambat pertumbuhan organisme tersebut dalam
perairan (http//ideiyanhariini.blogspot.com/2008/05/karbondioksida.html).
Apabila jumlah kadar
karbondioksida melebihi dari standar yang sudah ditentukan yaitu 15 ppm, itu
sangat membahayakan karena menghambat pengikatan oksigen (O2). Lebih
lanjut dikatakan kadar karbondioksida yang berlebih dapat diatasi dengan
melakukan penggantian air secara rutin, mengurangi pertumbuhan ganggang yang
terlalu lebat dan peningkatan peranan kincir air (Mujiman, 1989).
2.2.4
Sebab - Sebab Kenaikan dan Penurunan Kadar
Karbondioksida (CO2).
Oksigen
terlarut merupakan salah satu faktor penyebab naik dan turunya kadar
karbondioksida pada perairan. Semakin tinggi oksigen dalam air, maka semakin
rendah kadar karbondioksida yang dihasilkan,sebaliknya semakin rendah kadar
oksigen dalam perairan maka semakin tinggi kandungan kadar karbondioksida dalam
air. Parameter lainya seperti suhu juga sangat mempengaruhi kandungan kadar
karbondioksida yang dihasilkan dalam air. Dimana semakin tinggi suhu maka kadar
karbondioksida pun ikut naik, sebaliknya jika suhu rendah kadar karbondioksida
akan ikut rendah (Zonnoveld
dan Husiman, 1991).
2.2.5
Hubungan
Antara Karbondioksida (CO2) Terhadap Parameter
Lainya.
Tinggi dan rendahnya kadar suatu karbondioksida dalam
perairan tidak lepas dari pengaruh parameter lain seperti oksigen, alkalinitas,
kesadahan, suhu, cahaya dan sebagainya. Di mana semakin tinggi karbondioksida,
maka oksigen yang di perlukan bertambah. Konsentrasi karbondioksida sangat erat
hubungannya dengan konsentrasi oksigen terlarut dalam perairan, karena
kandungan karbondioksida mempunyai konsentrasi yang hampir sama dengan
konsentrasi oksigen terlarut (Soeyasa, 2001).
Kehadiran karbondioksida (CO2) sangat erat kaitannya dengan
keberadaan oksigen (O2), kenaikan kadar karbondioksida akan selalu
diikuti oleh penurunan kadar oksigen.
Sehingga sebelum karbondioksida mencapai batas yang mematikan bagi
organisme, biasanya organisme sudah merana dan akhirnya mati karena oksigen
sudah tidak mencukupi kebutuhan yang disebabkan karbondioksida yang sudah
berlebihan (Susanto, 1993).
Menurut Fujaya ( 2000), tingkat
kelarutan oksigen dalam perairan kadarnya bertolak belakang dengan beberapa
parameter kualitas air lainnya. Kadar oksigen akan meningkat pada suhu yang
rendah dan akan berkurang seiring dengan naiknya suhu. Kelarutan oksigen juga
akan menurun bila terjadi kenaikan salinitas, pH, dan kadar CO2.
2.2.6
pH
Derajat keasaman atau pH dalam air menunjukan
aktifitas ion hidrogen dalam larutan tersebut dan dinyatakan sebagai
konsentrasi ion hidrogen (dalam mol per liter) pada suhu tertentu atau dapat
ditulis pH = log (H+). Jika pH dalam perairan < 4,5 maka air
bersifat racun bagi ikan, sedangkan pH > 9,0 pertumbuhan ikan sangat
terhambat. Maka dari itu pH yang diperlukan agar ikan mengalami pertumbuhan
yang optimal yaitu 6,5 – 9,0 (Kordi, 2004).
Menurut
Efendi (2003), pH 7 dikatakn netral, pH di atas 7 dikatakan basa, dan pH di
bawah 7 dikatakn asam. Kisaran pH yang
baik dalam perairan untuk proses budidaya yaitu berkisar antara 7 – 8. Dengan kondisi kisaran tersebut akan dapat
membantu pertumbuhan yang baik pada organisme perairan. Tetapi apabila dalam perairan mengalami
kisaran dibawah dan di atas nilai kisaran pH yang baik maka akan dapat menghambat
laju pertumbuhan pada organisme perairan.
2.3
Sifat Biologi
2.3.1 Flora
Hampir semua golongan
tumbuhan terdapat pada ekosistem air tawar, tumbuhan tingkat tinggi (Dikotil
dan Monokotil), tumbuhan tingkat rendah (jamur, ganggang biru, ganggang hijau).
Hidrofolik atau tumbuhan air merupakan golongan yang mencakup semua tumbuhan yang
hidup di air baik yang Bersauh (berakar dalam Lumpur dan dasar air) atau tidak.
Disamping tipe mikroskopik yang mengapung bebes dan yang
berenang-berenang yang merupakan dasar utama pembentukan kategori tersendiri
yang disebut plankton. Golongan hidrofolik cenderung melintas memotong golongan
lainnya dan dengn itu sering ditiadakan dari spectrum biologi
(Soeyasa, 2001).
2.3.2
Fauna
Pada lingkup perairan,
dimana hewan yang paling umum mendominasi adalah hewan-hewan dari golongan
hewan bertulang belakang yakni ikan.
Ikan ini berada pada setiap lapisan perairan baik pada zona litoral dan
zona limnetik. Hal ini disebabkan oleh
kemampuan gerak ikan. Biasanya ikan-ikan bergerak bebas antara zona litoral dan
limnetik, akan tetapi sebagian besar ikan-ikan menghabiskan waktunya di daerah
litoral dan kebanyakan dari mereka berkembangbiak di daerah tersebut (Hardin,
2009).
2.3.3
Produktifitas
Primer
Produksi
Umum atau produktifitas primer merupakan hasil produksi zat-zat organik yang
baru dari substrat-substrat anorganik. Hasil produksi ini, dapat berupa energi atau zat-zat organik yang baru.
Makin pendek suatu rantai makanan maka makin besar energi yang tersedia untuk
membentuk senyawa-senyawa organik. Laju pembentukan senyawa-senyawa organik
yang hanya berupa energi dari senyawa-senyawa anorganik disebut dengan
produktifitas primer. Produktifitas primer sering dianggap sama dengan fotosintesis
(Massofa, 2008).
III.
METODE
PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Limnologi mengenai Karbondioksida (CO2)
dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 28 Oktober 2011, dimulai Pukul 14.00 WITA
sampai dengan selesai. Bertempat di Laboratorium Perikanan, Program Studi
Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako, Palu.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada
praktikum Limnologi mengenai Karbondioksida (CO2) yaitu sebagai berikut :
Tabel 2. Alat –
alat yang Digunakan Pada
Pengukuran CO2
Terlarut.
NO
|
ALAT
|
KEGUNAAN
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
|
Botol BOD
Labu Erlenmeyer
Gelas Ukur
Pipet Tetes
Bola Karet
Penghisap
Termometer
Reflagtometer
pH-Meter
Alat tulis
menulis
|
·
Sebagai alat untuk tempat penyimpanan bahan organik yang
telah diencerkan.
·
Sebagai tempat zat yang akan dititrasi.
·
Sebagai alat untuk mengukur volume suatu zat kimia dalam
bentuk laruran.
·
Sebagai alat untuk pengambilan bahan larutan dalam volume
yang kecil/sedikit.
·
Sebagai alat untuk menghisap dan mengeluarkan cairan.
·
Sebagai alat untuk mengukur suhu.
·
Sebagai alat untuk mengukur salinitas.
·
Sebagai alat untuk mengukur tingkat keasamaan dalam
perairan.
·
Sebagai alat untuk mencatat hasil praktikum.
|
Bahan
yang digunakan pada praktikum limnologi mengenai Karbondioksida
(CO2) yaitu air sampel,
indikator phenolphthalein (PP), natrium karbonat (Na2CO3),
asam sulfat (H2So4).
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1
Sifat
Fisika
3.3.1.1 Suhu
Adapun prosedur kerja suhu pada pengukuran mengenai Karbondioksida (CO2) yaitu sebagai berikut :
1.
Mengambil alat pengukur suhu (termometer), meletakan
termometer hingga berada dibawah permukaan air.
2.
Mengamati kisaran suhu dan kemudian mencatatnya.
3.3.2
Sifat
Kimia
3.3.2.1 Karbondioksida (CO2)
Adapun cara
kerja pada pengukuran mengenai Karbondioksida
(CO2) yaitu sebagai berikut :
1. Mengambil air sampel sebanyak 50 ml dan
memasukkannya ke dalam labu erlemeyer
tanpa ada aerasi atau difusi CO2 dalam air.
2. Meneteskan
indikator PP sebanyak 0,25 ml, lalu putar labu agar larutan merata.
3. Setelah
berwarna pink, titrasi dengan H2SO4 hingga air menjadi
bening.
4. menghitung
volume peniter yang terpakai (p).
3.3.2.2
pH
Adapun prosedur kerja pH pada pengukuran
mengenai Karbondioksida (CO2) yaitu sebagai
berikut :
1.
Mengambil pengukur pH (pH-Meter), membuka penutup membran
pHnya dan menekan tombol on/off untuk mengaktifkanya.
2.
Meletakan alat pH-Meter kedalam air sampai batas tertentu.
3.
Mengamati nilai pH air pada monitor pH-Meter dan
mencatatnya.
3.4
Analisa
Data
Kadar
karbondioksida bebas (bening), dapat diukur dengan perhitungan sebagai berikut :
Mg/l
CO2 bebas = 1000
x p x 0,5
V
Keterangan :
1000 = ml per liter air
0,5 =
Jumlah mg/1 CO2 setara, 0,045 N Na2CO3
V = Volume air yang dititrasi
p = Volume titran (Na2CO3) yang digunakan
IV.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan hasil pengamatan praktek di laboratorium, maka di
dapatkan hasil sebagai berikut :
Gambar 3. Kadar
Karbondioksida Terlarut Antara Akuarium A dan B.
Gambar
4. pH Pada Pengukuran Karbondioksida Terlarut Akuarium A dan B.
4.2 Pembahasan
4.2.1
Perbandingan
Oksigen Terlarut (DO) Hasil Pengamatan Dengan Kadar Optimal.
Berdasarkan
hasil praktikum yang telah dilakukan di laboratorium pada pengukuran mengenai
Karbondioksida (CO2), diperoleh hasil kadar CO2 pada akuarium A
dan B berbeda. Dimana pada pada akuarium A setelah
diukur kadar karbondioksidanya dengan suhu rata-rata
270C, lebih tinggi yaitu 13,63 Mg/l sedangkan pada kadar
karbondioksida pada akuarium B dengan suhu
280C, lebih rendah yaitu 8,56 Mg/l. Namun, sesuai hasil rata - rata kadar
karbondioksida yang diperoleh setelah dihitung pada kedua akuarium tersebut
yaitu antara akuarium A dan akuarium B dengan jumlah rata – rata dibawah 15
ppm, ternyata merupakan kadar karbondioksida yang baik bagi kelangsungan hidup
organisme didalamnya terutama dalam proses pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mujiman
(1989), bahwa kadar
karbondioksida (CO2) yang baik bagi organisme peraiaran yaitu kurang
lebih 15 ppm. Jika lebih dari itu sangat membahayakan karena menghambat
pengikatan oksigen (O2).
4.2.2
Perbandingan Kadar Karbondioksida
(CO2) Aquarium A dan B.
Berdasarkan hasil
praktikum yang telah dilakukan di laboratorium
pada pengukuran mengenai Karbondioksida
(CO2) terhadap perbandingan
kadar karbondioksida antara akuarium A
dan B, sangat terlihat jelas perbedaan
volume kadar karbondioksidanya. Dimana pada
akuarium A kadar karbondioksidanya lebih tinggi dibanding pada akuarium B. Hal tersebut disebabkan karena pada
akuarium A volume kadar oksigen didalamnya lebih rendah dibanding pada akuarium
B, atau dengan kata lain terjadi penurunan oksigen lebih banyak pada akuarium A
dibanding akuarium B. Salah satu yang menjadi faktor penyebabnya antara lain karena adanya pengaruh kegiatan pembuangan bahan
organik serperti zat sisa atau hasil metabolisme oleh organisme yang berlebihan
akibat banyaknya jumlah organisme, tidak berjalanya
aerator pada akuarium tersebut, dan banyaknya jumlah organisme pada akuarium A
sehingga terjadi perampasan oksigen didalamnya sehingga oksigen menurun.
Hubungan terhadap kadar O2
terlarut menurun, itu akan menyebabkan kadar CO2 akan
meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Susanto (1993), dia menyatakan
bahwa kehadiran karbondioksida (CO2)
sangat erat kaitannya dengan keberadaan oksigen (O2), kenaikan kadar
karbondioksida akan selalu diikuti oleh penurunan kadar oksigen.
4.2.3
Hubungan Karbondioksida (CO2) Dengan Parameter Lain.
Berdasarkan hasil praktikum yang telah
dilakukan di laboratorium pada pengukuran
mengenai Karbondioksida (CO2), ternyata pada dasarnya memiliki hubungan dengan parameter lainya seperti salah satunya dalam pernyataan yang sudah dijelaskan sebelumnya
terhadap perbandingan kadar karbondioksida antara akuarium A dan B yaitu
dipengaruhi oleh volume oksigen didalamnya. Dimana dalam hal ini karbondioksida sangat mempengaruhi volume kadar oksigen
dalam air. Hal ini sesuai dengan pernyataan Susanto (1993), apabila karbondioksida dalam air tinggi, maka kandungan kadar oksigen akan turun, begitu pun sebaliknya, sehingga ini akan
berpengaruh terhadap kelangsungan
hidup suatu organisme dalam air.
Hubungan karbondioksida pada akuarium A dan B dengan parameter
selanjutnya yaitu terhadap suhu. Dimana tinggi dan rendahnya kadar
karbondioksida akan mempengaruhi juga terhadap kadar suhu dalam air.
Karbondioksida yang tinggi, akan di ikuti oleh suhu. Artinya jika kadar
karbondioksida naik, maka suhu pun ikut naik, begitu pun sebaliknya. Hal ini
seiring dengan turunya oksigen dimana apabila oksigen turun, maka
karbondioksida dan suhu akan naik. Hubunganya terdapat pada pernyataan Fujaya (2000), bahwa kadar oksigen akan meningkat pada suhu yang rendah dan akan
berkurang seiring dengan naiknya suhu, lanjut
dia katakana bahwa kelarutan oksigen juga akan
menurun bila terjadi kenaikan kadar CO2.
Sesuai
pernyataan diatas, artinya jika suhu naik maka oksigen akan
turun, kemudian karbon akan ikut naik. Namun pada kedua akuarium tersebut setelah diamati, sangat jarang
terdapat pengaruh karbondioksida terhadap kandungan suhu, karena banyak yang
terdapat kadar karbondioksidanya turun tapi suhunya tetap sama pada kadar
karbondioksida yang naik, seharusnya suhu harus ikut turun juga. Akan
tetapi hal ini tidak akan berlangsung selamanya, karena ada beberapa faktor
lain yang mempengaruhi tinggi dan rendahnya kadar karbondioksida dalam air
seperti pH dan lain – lain, seperti pernyataan Soeyasa (2001), tinggi dan rendahnya suatu
karbondioksida dalam perairan tidak lepas dari pengaruh parameter lain seperti
alkalinitas, kesadahan, suhu, cahaya dan sebagainya.
V.
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil pengamatan
praktek yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.
Kandungan karbondioksida terlarut (CO2)
pada aquarium A hasil rata – ratanya yaitu 13,63 Mg/l.
2.
Kandungan karbondioksida terlarut (CO2)
pada aquarium B hasil
rata – ratanya yaitu 8,56 Mg/l.
3.
Penyebab faktor meningkat dan menurunya
karbondioksida terlarut pada aquarium A dan B, disebabkan karena pengaruh suhu,
oksigen terlarut dan kandungan parameter lainya.
4.
Kadar kandungan karbondioksida pada
kedua aquarium tersebut, merupakan kandungan kadar karbon dioksida paling baik
karena rata – rata berada dibawah 15 ppm.
5.2 Saran
Saran saya sebagai praktikan agar
kedepanya dalam pengukuran kadar karbondioksida perlu ditambahnya pengukuran
suhu secara bertahap yaitu
dalam selang waktu yang pendek, tidak menutup kemungkinan, suhu
akan selalu berubah setiap waktu dan itu akan berpengaruh pada kadar karbon dioksida.
ALKALINITAS
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Perairan merupakan suatu wadah
atau tempat hidupnya suatu organisme atau mahkluk hidup baik hewan maupun
tumbuhan. Kehidupan organisme tersebut dapat tumbuh dan berkembang apabila
sangat ditunjang dari beberapa faktor, salah satunya pada kualitas perairan
dilihat dari sifat kimianya termasuk diantaranya yaitu pada alkalinitas
perairan.
Alkalinitas merupakan salah satu
parameter terpenting dalam perairan, dimana sifat dari alkalinitas tersebut
yaitu berfungsi sebagai penetralan asam dalam perairan guna untuk
menyeimbangkan kondisi serta pertumbuhan organisme yang hidup didalamnya.
Kandungan alkalinitas yang rendah, akan berdampak negatif pada produktifitas
suatu organisme seperti akan mempengaruhi kesehatan dan pertumbuhan untuk
kelangsungan hidupnya serta akan memepengaruhi kuantitas kadar parameter lainya
diantaranya CO2, pH dan parameter lainya (Gusrina, 2008).
Masih banyak terdapat penjelasan
mengenai dampak positif serta negatif mengenai kandungan alkalinitas dari
berbagai sumber. Maka dari itu perlu dilakukanya praktikum limnologi mengenai
alkalinitas agar kita dapat mengetahui lebih dalam kandungan positif serta
negatif terhadap organisme yang hidup dalam lingkungan perairan.
1.2
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum Limnologi
mengenai Alkalinitas yaitu agar para praktikan dapat mengetahui kuantitas atau
jumlah kadar alkalinitas dalam lingkup perairan.
Kegunaan dari praktikum Limnologi
mengenai Alkalinitas yaitu sebagai penambahan ilmu pengetahuan secara langsung
kepada praktikan untuk mengetahui kandungan kuantitas serta kualitas
alkalinitas yang baik terhadap organisme perairan.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sifat Fisika Air
2.1.1 Kecerahan
Kecerahan merupakan gambaran kedalaman air yang dapat
ditembus oleh cahaya dan visibel untuk mata pada umumnya. Penyinaran cahaya
matahari akan berkurang secara cepat sesuai dengan makin tinginya kedalaman. Kecerahan
air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan ukuran
transparansi perairan, yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi
disk, berfungsi untuk menghitung tingkat kekeruhan air secara kuantitatif. Tingkat
kekeruhan air tersebut dinyatakan dengan suatu nilai yang dikenal dengan
kecerahan secchi disk (Efendi, 2003).
2.1.2 Suhu
Suhu merupakan salah satu
parameter terpenting dalam perairan dimana kelangsungan suatu organisme
ditentukan oleh volume atau tingkat tinggi rendahnya kadar suhu. Apabila
tingkat kadar suhu dalam suatu perairan berlebihan, maka itu sangat
membahayakan organisme yang ada didalamnya begitu pun sebaliknya jika suhu
terlalu rendah, maka akan menyebabkan mortalitas atau kematian organisme
perairan. Alkalinitas sangat dipengaruhi oleh suhu, dimana apabila suhu tinggi
konsentrasi alkalinitas pun ikut tinggi, begitu pun sebaliknya (Kordi,2007).
2.2 Sifat Kimia Air
2.2.1 Sumber
Alkalinitas Pada perairan.
Jumlah basa yang ada di air di definisikan
apa yang disebut alkalinitas. Basa umum yang ditemukan di kolam ikan meliputi
karbonat, bikarbonate, hidroksida dan pospat. Karbonat dan bikarbonat adalah
komponen alkalinitas yang paling umum dan paling penting. Alkalinitas diukur
dengan jumlah asam (ion hidrogen) air yang dapat terabsorp (buffer) sebelum
mencapai pH yang ditunjukkan. (Naigty,
2008).
Alkalinitas adalah
kapasitas air untuk menetralkan tambahan asam tanpa penurunan nilai pH larutan.
Alkanitas merupakan hasil dari reaksi-reaksi dalam larutan sehingga merupakan
sebuah analisa “makro” yang menggabungkan beberapa reaksi. Alkalinitas dalam
air disebabkan oleh ion-ion karbonat (CO), bikarbonat (HCO), hidroksida (OH-)
dan juga borat (BO), forfat (PO), silikat dan sebagainya. Dalam
air sifat alkalinitas sebagian besar disebabkan oleh adanya bikarbonat (HCO) dan sisanya oleh karbonat (CO) dan hidroksida (OH-) (Ince,2008).
Alkalinitas merupakan kapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap pH perairan
yang terdiri atas anion-anion seperti anion bikarbonat (HCO3-),
karbonat (CO32-) dan hidroksida (OH-). Borat (H2BO3-),
silikat (HSiO3-), fosfat (HPO42- dan H2PO4-)
sulfide (HS-) dan amonia (NH3) dalam perairan yang dapat
menetralkan kation hidrogen. Namun pembentuk alkalinitas yang utama adalah
bikarbonat, karbonat dan
hidroksida (Erikarianto, 2008).
2.2.2 Manfaat
Alkalinitas Pada Perairan.
Alkalinitas mampu menetralisir keasaman di dalam air, Secara
khusus alkalinitas sering disebut sebagai besaran yang menunjukkan kapasitas pembufferan
dari ion bikarbonat, dan tahap tertentu ion karbonat dan hidroksida dalam air. Ketiga ion tersebut
dalam air akan bereaksi dengan ion hidrogen sehingga menurunkan kemasaman dan
menaikkan pH. Alkalinitas berperan juga dalam menentukan kemampuan air untuk
mendukung pertumbuhan alga dan kehidupan air lainnya, hal ini
dikarenakan Pengaruh sistem buffer dari alkalinitas, Alkalinitas berfungsi
sebagai reservoir untuk karbon organik. Sehingga alkalinitas diukur sebagai Faktor kesuburan air (Muslimin, 2009).
Alkalinitas merupakan
penyangga (buffer) perubahan pH air dan indikasi kesuburan yang diukur dengan
kandungan karbonat. Alkalinitas adalah kapasitas air untuk menetralkan tambahan
asam tambah tanpa penurunan nilai pH larutan. Alkalinitas mampu menetralisir
keasaman didalam air. Secara khusus alkalinitas sering disebut sebagai besaran
yang menunjukan kapasitas pembufferan dari ion bikarbonat, dan tahap tertentu
ion karbonat dan hidroksida dalam air. Ketiga ion tersebut dalam air akan
bereaksi dengan ion hidrogen sehingga menurunkan keasaman dan menaikan pH (Russady, 2010).
2.2.3 Kadar
Alkalinitas Yang Baik Pada Perairan.
Perairan yang
memiliki kandungan kalsium karbonat lebih dari 100 ppm itu berarti mengandung
Alkalinitas yang baik. Sedangkan perairan yang kurang kalsium karbonat dari 100
ppm ini menunjukkan tingkat alkalinitasnya sedang. Alkalinitas biasanya
dinyatakan dalam satuan ppm (mg/l) kalsium karbonat (CaCO3).
Air dengan kandungan kalsium karbonat lebih dari 100 ppm disebut sebagai
alkalin, sedangkan air dengan kandungan kurang dari 100 ppm disebut sebagai
lunak atau tingkat alkalinitas sedang (Idrus, 2009).
Alkalinitas optimal pada nilai
90-150 ppm. Alkalinitas rendah diatasi dengan pengapuran dosis 5 ppm, dan jenis
kapur yang digunakan disesuaikan kondisi pH air sehingga pengaruh pengapuran
tidak membuat pH air tinggi, serta disesuaikan dengan keperluan dan fungsinya
(Muslimin, 2009).
pada umumnya
lingkungan yang baik bagi kehidupan ikan adalah dengan nilai alkalinitas diatas
20 ppm (Idrus,
2009).
2.2.4 Dampak dan Penanggulangan Alkalinitas Pada Perairan.
Kandungan
alkalinitas yang rendah, akan berdampak negatif pada produktifitas suatu
organisme seperti akan mempengaruhi kesehatan dan pertumbuhan untuk
kelangsungan hidupnya serta akan memepengaruhi kuantitas kadar parameter lainya
diantaranya CO2, pH dan parameter lainya. Penyebab yang mempengaruhi
terjadinya penurunan pH salah satunya yaitu terhadap bahan organik dimana akibat pH yang kurang stabil maka konsentrasi
total alkalinitas juga akan terpengaruh. Hal ini disebabkan karena pada keadaan
asam banyak tersedia ion hidrogen bebas yang kemudian hidrogen bebas tersebut
akan membentuk senyawa asam dengan mengikat basa-basa bebas seperti karbonat
maupun bikarbonat yang merupakan unsur pembentuk total alkalinitas air,
akibatnya menurunkan konsentrasi total alkalinitas (Gusrina, 2008).
Perairan dengan
alkalinitas yang tinggi (kandungan mineral yang tinggi) dapat menyebabkan
pengeringan yang berlebihan terhadap kulit, karena hilangnya kelembaban pada kulit
(Reni,2008).
Alkanitas yang rendah diperiran
dapat diatas dengan pengapuran dengan doses 5 ppm. Jenis kapur yang digunakan
disesuaikan kondisi pH air sehingga pengaruh pengapuran tidak membuat pH
tinggi. Jenis kapur yang baik digunakan adalah Ca (OH)2 diaplikasikan
untuk menaikkan alkanitas sekaligus menaikkan pH air (Miseldi,
2007)
Ada sejumlah metode
yang umum digunakan para akuaris untuk mencegah turunnya pH dan KH
(Alkalinitas). Salah satunya dengan mengganti air secara berkala sambil
menyedot secara manual sisa-sisa makanan, kotoran ikan, koral, dan invertebrata
dari akuarium. Metode lain yang terbukti ampuh dan sangat direkomendasikan oleh
pakar adalah menambahkan kalkwasser. Kalkwasser bahasa kimianya adalah kalsium
hidroksida, yaitu zat yang dapat menanggulangi kadar alkalinitas dalam air (Idrus, 2008).
2.2.5 Hubungan alkalinitas Dengan Parameter lainya.
Menurut (Kordi, 2007), bahwa
semakin tinggi konsentrasi ion H+, maka akan semakin rendah konsentrasi ion OH-
dan pH < 7, dan perairan semacam ini
bersifat asam. Hal sebaliknya terjadi jika konsentrasi ion OH- yang tinggi dan
pH > 7, maka perairan bersifat alkalis (basah).
CO3 (karbonat) dalam
reaksi atau mekanisme diatas melambangkan alkanitas air, sedangkan H+ merupakan
sumber keamasaman. Dilihat dari mekanisme di atas perubahan nilai pH air sangat
ditentukan oleh alkanitas air tersebut. Apabila alkalinitasnya tinggi, maka air
tersebut akan mudah mengembalikan pH-nya kenilai semulanya (Ahmad, 2009).
Alkalinitas,
pH dan Fotosintesa Basa berkaitan dengan reaksi alkalinitas dengan
menetralisir asam. Karbonat dan bikarbonat dapat bereaksi baik dengan asam
maupun basa dan buffer (meminimalkan) perubahan pH. pH dari air berbuffer kuat
biasanya berfluktuasi antara 6,5 dan 9. di perairan dengan alkalinitas rendah,
pH dapat sangat rendah yang membahayakan (CO2 dan asam karbonat dari respirasi)
atau level tinggi yang membahayakan (fotosintesa yang cepat) (Naigty, 2008).
2.2.6 pH
pH merupakan tingkat derajat
keasaman dalam air yang menunjukan aktifitas ion
hidrogen dalam larutan tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hidrogen
(dalam mol per liter) pada suhu tertentu atau dapat ditulis pH = log (H+).
Jika pH dalam perairan < 4,5 maka air bersifat racun bagi ikan, sedangkan pH
> 9,0 pertumbuhan ikan sangat terhambat. Maka dari itu pH yang diperlukan
agar ikan mengalami pertumbuhan yang optimal yaitu 6,5 – 9,0 (Kordi, 2004).
CO3 (karbonat) dalam
reaksi atau mekanisme diatas melambangkan alkanitas air, sedangkan H+ merupakan
sumber keamasaman. Dilihat dari mekanisme di atas perubahan nilai pH air sangat
ditentukan oleh alkanitas air tersebut. Apabila alkalinitasnya tinggi, maka air
tersebut akan mudah mengembalikan pH-nya kenilai semulanya (Ahmad, 2009).
2.3 Sifat Biologi
2.3.1
Flora
Flora di Indonesia memiliki
keanekaragaman yang tinggi karena wilayahnya yang luas dan berbentuk kepulauan tropis
Keanekaragaman yang tinggi ini disebabkan oleh Garis Wallace,
membagi Indonesia menjadi dua area; zona zoogeografi
Asia, yang dipengaruhi oleh fauna Asia,
dan zona zoogeografi Australasia, dipengaruhi oleh fauna Australia
. Pencampuran fauna di Indonesia juga dipengaruhi oleh ekosistem
yang beragam di antaranya seperti pantai,
bukit pasir, muara,
hutan bakau,
dan terumbu karang (Hakim, 2008).
2.3.2
Fauna
Penyebaran
fauna di Indonesia sangat beranekaragam jenis dan persebaranya, karena didukung oleh wilaya Indonesia yang
amat luas dan iklim tropis sehinga memiliki beranekaragam jenis fauna yang tersebar
di wilaya Indonesia karena dilalui garis wellace. Garis wellace membagi
Indonesia menjadi dua bagian besar yaitu zoona
zoogeografi asia dan zoona
zoogeografi ausralia (Hakim, 2008).
2.3.3
Produktifitas Primer
Menurut
Fujaya (2000), produktivitas
primer adalah laju produksi zat organik melalui proses fotosintesis. Produksi
primer adalah jumlah karbon (C) yang diikat oleh fitoplankton per m2, per m3
dalam satuan waktu. Produksi primer merupakan suatu ekosistem, komunitas, atau
berbagai unit kehidupan lainnya. Produksi primer juga didefinisikan sebagai kecepatan dari
penyimpanan energi matahari melalui fotosintesis dan kemosintesis oleh
organisme produser dalam bentuk bahan organik sebagai bahan makanan.
III.
METODE PRAKTIKUM
3.1
Waktu dan Tempat
Praktikum Limnologi mengenai
Alkalinitas dilaksanakan pada hari Jumat, Tanggal 11 Oktober 2011, dimulai pada
Pukul 14.00 WITA sampai dengan selesai. Bertempat di Laboratorium Perikanan,
Program studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako,
Palu.
3.2
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada
praktikum Limnologi mengenai Alkalinitas yaitu sebagai berikut :
Tabel 3. Alat – alat Yang Digunakan Pada Pengukuran
Alkalinitas.
NO
|
ALAT
|
KEGUNAAN
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
|
Botol BOD
Labu Erlenmeyer
Gelas Ukur
Pipet Tetes
Bola Karet
Penghisap
Termometer
Reflagtometer
pH-Meter
Alat tulis
menulis
|
·
Sebagai alat untuk tempat penyimpanan bahan organik yang
telah diencerkan.
·
Sebagai tempat zat yang akan dititrasi.
·
Sebagai alat untuk mengukur volume suatu zat kimia dalam
bentuk laruran.
·
Sebagai alat untuk pengambilan bahan larutan dalam volume
yang kecil/sedikit.
·
Sebagai alat untuk menghisap dan mengeluarkan cairan.
·
Sebagai alat untuk mengukur suhu.
·
Sebagai alat untuk mengukur salinitas.
·
Sebagai alat untuk mengukur tingkat keasamaan dalam
perairan.
·
Sebagai alat untuk mencatat hasil praktikum.
|
Bahan yang
digunakan pada praktikum Limnologi mengenai Alkalinitas yaitu larutan indikator
phenolphtalein (PP), larutan indikator methyl orange (MO) dan larutan standard
penitrasi asam sulfat (H2SO4).
3.3
Prosedur Kerja
3.3.1 sifat Fisika
3.3.1.1 Suhu
Adapun prosedur kerja suhu pada pengukuran mengenai
Alkalinitas yaitu sebagai berikut :
1.
Mengambil alat pengukur suhu (termometer), meletakan
termometer hingga berada dibawah permukaan air.
2.
Mengamati kisaran suhu dan kemudian mencatatnya.
3.3.2
Sifat Kimia
3.3.2.1 Alkalinitas
Adapun prosedur kerja
pada pengukuran mengenai alkalinitas yaitu sebagai berikut :
1.
Mengambil air sampel sebanyak 100 ml ke dalam labu
erlenmeyer dan meneteskan 5 larutan PP. Jika larutan tidak berwarna, tambahkan
5 tetes larutan (MO). Titrasi dengan larutan H2SO4 dari
warna kuning hingga berwarna orange, dan mencatat volume H2SO4
yang digunakan (M).
2.
Jika larutan berwarna, titrasi larutan H2SO4
dari warna pink menjadi bening, dan mencatat volume H2SO4
yang digunakan (P).
3.
Menambahkan 5 tetes indikator (MO), dan titrasi dengan H2SO4
sampai warna orange, dan mencatat volume H2SO4 yang
digunakan (B).
3.3.2.2 pH
Adapun prosedur kerja pH pada
pengukuran mengenai Alkalinitas yaitu sebagai berikut :
1.
Mengambil pengukur pH (pH-Meter), membuka penutup membran
pHnya dan menekan tombol on/off untuk mengaktifkanya.
2.
Meletakan alat pH-Meter kedalam air sampai batas tertentu.
3.
Mengamati nilai pH air pada monitor pH-Meter dan
mencatatnya.
3.4 Analisa Data
Adapun perhitungan kadar alkalintas sebagai berikut :
Ø
PP alkalinity = (P) (N) (50) (1000) mg/L CaCO3
V
Ø
Total alkalinity = (M atau P + B) (N) (50) (1000)
mg/l CaCO3
V
Ø
Keterangan :
Dimana : M, P, B = Volume peniter
N = Normalitas peniter (H2SO4
0,02 N)
V = Volume ar sampel
IV.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1
Hasil
Berdasarkan hasil
pengamatan praktikum di laboratorium, maka di dapatkan hasil sebagai berikut :
Gambar 5. Hasil
Pengukuran Kadar PP Alkalinitas Aquarium A dan B.
Gambar 6. Hasil Pengukuran Kadar Total Alkalinitas
Akuarium A dan B.
Gambar 7. pH Pada Akuarium A dan B.
4.2
Pembahasan
4.2.1 Perbandingan
Alkalinitas Hasil Pengamatan Dengan Kadar Optimal.
Bersasarkan hasil praktikum yang
telah dilakukan di laboratorium pada pengukuran mengenai alkalinitas yaitu
terhadap PP alkalinitas antara aquarium A dan B, ternyata setiap masing- masing
pengukuran terdapat jumlah kadar PP alkalinitas yang berbeda – beda. Dimana pada
kelompok 2A, PP alkalinitasnya yaitu 14 mg/l, pada kelompok 3A yaitu 9,5 mg/l
dan pada kelompok 6A berjumlah 14 mg/l dengan jumlah total alkalinitasnya rata
rata 29,16 mg/l. Sedangkan pada kelompok 1B, PP alkalinitasnya yaitu 10 mg/l,
pada kelompok 4B yaitu 41,1 mg/l dan pada kelompok 5B berjumlah 50 mg/l dengan
kandungan jumlah total alkalinitasnya rata –rata yaitu 74 mg/l.
Kondisi kandungan alkalinitas
tersebut, terutama pada kandungan kadar PP alkalinitas pada aquarium A, sangat
kurang baik untuk ruang lingkup kehidupan organisme. Karena kandungan rata
–rata PP alkalinitasnya berada dibawah 20 mg/l, yaitu berjumlah 12,5 mg/l.
Sedangkan pada aquarium B, kandungan rata – rata kadar PP alkalinitasnya diatas
20 mg/l , yaitu berjumlah 33,7 mg/l, dan ini merupakan kadar yang baik dalam
kondisi kelangsungan hidup organisme. Sesuai dengan pernyataan yang saya
dapatkan dari salah satu sumber, bahwa pada umumnya lingkungan yang baik bagi
kehidupan ikan adalah dengan nilai alkalinitas diatas 20 ppm (Idrus, 2008).
4.2.2
Perbandingan Kadar
Alkalinitas Aquarium A dan B.
Berdasarkan hasil praktikum yang
telah dilakukan dilaboratorium pada
pengukuran mengenai alkalinitas terhadap perbandingan kadar alkalinitas antara aquarium A dan B sangat terlihat jelas
perbedaan alkalinitasnya. Dimana pada aquarium A kandungan kadar alkalinitasnya
lebih rendah sedangkan pada aquarium B lebih tinggi.
Hal diatas disebabkan karena
beberapa faktor diantaranya yaitu pada kondisi air di aquarium A sudah tercemar
bahan organik yang sangat berlebihan baik dari hasil metabolisme organisme itu
sendiri (zat sisa), maupun bahan organik dari luar. Dimana bahan organik tersebut
merupakan faktor penurunan pH pada perairan yang berdampak juga pada kadar
alkalinitas. Seperti pernyataan
Gusrina (2008), bahwa diantara penyebab yang mempengaruhi terjadinya
penurunan pH salah satunya yaitu terhadap bahan organik dimana akibat pH yang kurang stabil maka konsentrasi
total alkalinitas juga akan terpengaruh. Hal ini disebabkan karena pada keadaan
asam banyak tersedia ion hydrogen bebas yang kemudian hidrogen bebas tersebut
akan membentuk senyawa asam dengan mengikat basa-basa bebas seperti karbonat
maupun bikarbonat yang merupakan unsur pembentuk total alkalinitas air,
akibatnya menurunkan konsentrasi total alkalinitas.
Faktor selanjutnya setelah
diselidiki, ternyata organisme yang berada pada aquarium A, itu ternyata bekas
organisme yang sudah mati dan airnya pun tidak dilakukan pergantian. Jadi
secara otomatis, kandungan alkalinitasnya sangat rendah karena sudah tercemar
bahan organik, sedangkan pada aquarium B kondisi airnya stabil dan bukan
merupakan bekas organisme yang mati. Oleh karena itu perbedaan tingkat kadar
alkalinitas terhadap aquarium A dan B sangat berbeda.
4.2.3 Hubungan
Alkalinitas Dengan Parameter Lain.
Berdasarkan hasil
praktikum yang telah dilakukan dilaboratorium
pada pengukuran mengenai alkalinitas, ternyata memiliki hubungan dengan
parameter lainya. Dimana alkalinitas sangat mempengaruhi tinggi rendahnya kadar
parameter lainya. Dimana hubungan yang paling menonjol yaitu terhadap kadar pH.
Dari hasil yang
telah didapatkan pada praktikum, kebanyakan terdapat apabila pH naik, maka
kadar alkalinitasnya akan menurun, begitu pun sebaliknya. Dengan kata lain
terjadi hubungan timbal balik apabila salah satu dari alkalinitas atau kadar
pHnya naik. Berdasarkan pernyataan Kordi (2007), dalam konsep sederhananya bahwa,
semakin tinggi konsentrasi ion H+, maka akan semakin rendah
konsentrasi ion OH- dan pH <
7, dan perairan semacam ini bersifat asam. Hal sebaliknya terjadi jika
konsentrasi ion OH- yang tinggi dan pH > 7, maka perairan bersifat alkalis
(basah).
Jadi dari pernyataan diatas, pH
merupakan struktur yang sangat penting untuk alkalinitas, dan begitu pun
sebaliknya alkalinitas merupakan struktur terpenting dalam proses pH, karena
Dilihat dari mekanisme di atas perubahan nilai pH air sangat ditentukan oleh alkanitas
air tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang saya dapatkan dari salah
satu sumber, bahwa dilihat dari mekanisme di atas perubahan nilai pH air sangat
ditentukan oleh alkalinitas air tersebut. Apabila alkalinitasnya tinggi, maka
air tersebut akan mudah mengembalikan pH-nya kenilai semulanya (Ahmad, 2009).
Selain itu pada pengamatan
praktek yang dilakukan, hubungan alkalinitas dengan suhu tidak terlihat adanya
hubungan naik serta turunya kadar terutama pada kadar suhu. Dalam praktikum ini
suhu tidak berubah dan tetap berkisar 260 C. Sementara disisi lain
terdapat kandungan alkalinitas yang kurang baik untuk memungkinkan kehidupan
organisme yaitu pada aquarium A. Seharusnya kandungan kadar alkalinitas yang
kurang baik akan berdampak juga pada penurunan parameter lainya salah satunya
terhadap suhu. Karena secara logika suatu kondisi kandungan kadar – kadar
parameter perairan yang kurang baik akan memungkinkan turunya semua kadar
parameter dalam air, karena parameter – parameter tersebut saling berkaitan
erat untuk proses terbentuknya kualitas air yang baik pada perairan.
V.
KESIMPULAN DAN
SARAN
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan praktikum yang telah dilakukan
, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.
Kandungan rata – rata kadar PP alkalinitas pada aquarium A
yaitu 12,5 mg/l, dan ini termasuk kadar yang kurang baik untuk kehidupan
organisme. Sedangkan pada aquarium B yaitu 33,7 mg/l dan ini merupakan kadar
yang baik untuk kehidupan organisme.
2.
Kandungan rata –rata kadar total alkalintas pada aquarium A
yaitu 29,16 mg/l, sedangkan pada aquarium B yaitu 74 mg/l.
3.
Bahan organik sangat mempengaruhi kuakitas kadar alkalinitas
dalam air.
4.
Hubungan alkalinitas terhadap parameter lainya yang lebih
menonjol yaitu terhadap pH. Dimana semakin tinggi pH, maka alkalinitas menurun
dan begitupun sebaliknya.
5.2 Saran
Saran saya sebagai praktikan agar
kedepanya dalam pengukuran kadar alkalinitas, perlu ditambahnya pengukuran pH
secara bertahap, misalnya pengukuran pH dalam waktu setengah – setengah jam,
karena kemungkinan pH akan selalu berubah setiap waktu dan itu akan
mempengaruhi kadar alkalinitas dalam air.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, rukaesih. 2004. Kimia Lingkungan. Universitas Negeri, Jakarta.
Afrianto. E dan Liviawaty. E.,
1991. Teknik Pembuatan Tambak Udang.
Kanisus, Yogyakarta.
Ahmad, 2009. Pengaruh-Alkalinitasdan-pH-Air-Minum-htm.
http://www.goecities.com/teamlokir.
Diakses Pada Tanggal 15 November 2011 Pukul 19.00 WITA.
Asmawi, S., 1986. Pemeliharaan Ikan di Karamba. Gramedia,
Jakarta.
Efendi, 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber
Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta.
Erikarianto, 2008. Parameter-Fisika-dan-Kimia-Perairan. http://wordpress.com. Diakses Pada Tanggal 28 November
2011. Pukul 19.30 WITA.
Fujaya, Y., 2000. Fisiologi Ikan Dasar. Pengembangan Teknik
Perikanan. Rineka Cipta, Jakarta.
Gusrina, 2008. Budidaya Ikan Jilid I. Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta.
Hakim,
2008. Flora_Fauna_Indonesia. http://id.wikipedia.org/wiki/. Diakses Pada
Tanggal 2 Desember 2011 Pukul 17 .00 WITA.
Hardin, 2009. /topic/flora+air+tawar.html. http:// www.jevuska.com - Tembolok. Diakses Pada
Tanggal 8 Desember 2011 Pada Pukul 14.30 WITA.
Ideianharini. 2008. Karbondioksida.html. http://wordpress.com. Diakses
Pada Tanggal 1 November 2011 Pukul 25.30 WITA.
Idrus, 2008. Parameter Air. http://www.o-Fish.com.Diakses
Pada Tanggal14 November 2011 Pukul 17.00 WITA.
Ince, 2008. Setelah belajar Tentang Alkalinitas. http://smk3ae.wordpress.com. Diakses Pada Tanggal 15 November 2011 Pukul
21.00 WITA.
Reni, 2008. Air-Kehidupan/ak-k-Kesudahan.html. http://Puretrex.com. Diakses Pada
Tanggal 15 November 2011 Pukul 19.30 WITA.
Russady, RJ,
2010. Manajemen Kualitas. Http://my.opera.com/05/03/ Diakses Pada
Tanggal 15 November 2011 Pukul 20.00 WITA.
Kordi, K.M.G.H, 2005. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya
Perairan. Rineka Cipta, Jakarta.
Kordi.K.M.G.H, 2007. Kualitas Air Untuk Budidaya Udang Windu.
PT. Perca, Jakarta.
Kordi.K.M.G.H, 2007. Meramu Pakan Untuk Ikan Karnivor. CV.
Anelka Ilmu, Semarang.
Lesmana dan
Bambang, 2001. Kualitas Air untuk Ikan
Hias Air Tawar. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Massofa,
2008.
sejarah-perkembangan-hidrobiologi-dan-ruang-lingkupnya.http://wordpress.com.
Diakses Pada Tanggal 6 Desember 2011 Pukul 20.34 WITA.
Miseldi, 2007. Alkalinitas Air. http://www.trobos.com.
Diakses Pada Tanggal14 November
2011 Pukul 21.00 WITA.
Mujiman., A, 1989.
Makanan Ikan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Muslimin, 2009. Alkalinitas. http://id.wikipedia.org. Diakses Pada
Tanggal 14 November 2011 Pukul 17.00 WITA.
Naigty, 2008. Interaksi-pH-CO2-Alkalinitas-amp-H ardness. http://www.indonesiaquaculture.com.
Diakses Pada Tanggal 15 November 2011 Pukul 20.00 WITA.
Salmin, 2000. Kadar
Oksigen Terlarut diPerairan Sungai Dadap, Goba, Muara
Sitanggang, M., dan
Sarwono B., 2001. Budidaya Gurami.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Soeyasa,
2001. Ekologi Perairan. Departemen
Kelautan dan Perikanan Dirjen.Pendidikan Menengah Atas, JakartA.
Susanto, 1991. Membuat Kolam Ikan. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Susanto
H, 1993. Diskus. Swadaya, Jakarta.
Zonneveld, N., Husiman, E.A., dan Boon, J.H.,
1991. Prinsip-prinsip Budidaya Ikan.
PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Baccarat, roulette, and the best place to play - Wahlburg
BalasHapusBaccarat. 인카지노 With two bets at 샌즈카지노 the heart of it all, there's nothing to be said about the best 바카라 online casino game around, as it combines two