Selasa, 29 Mei 2012

LAPORAN PRAKTIKUM LIMNOLOGI


 






OKSIGEN TERLARUT (DO)






I.                  PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang
Kehidupan organisme di perairan, sangat tergantung pada kualitas air dimana tempat organisme tersebut hidup. Air yang berkualitas baik akan sangat menunjang masa pertumbuhan pada organisme perairan, baik hewan maupun tumbuhan, termasuk salah satunya pada kualitas air dilihat dari segi kimia, dimana unsur kimia dalam air berfungsi sebagai pembawa unsur-unsur hara, mineral, vitamin dan gas-gas terlarut dalam air seperti Oksigen terlarut (DO).
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen =DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2000). Kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung dari beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan udara.
Atas dasar penjelasan di atas, maka dari itu perlu dilakukan praktikum mengenai O2 terlarut dalam air agar dapat mengetahui serta memahami lebih jelas tentang pengaruh baik buruknya kandungan O2 terlarut terhadap organisme perairan.

1.2   Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum Limnologi mengenai Oksigen terlarut (DO), yaitu agar para praktikan dapat mengetahui kandungan kadar oksigen terlarut serta pengaruh positif dan negatif terhadap kadar Oksigen terlarut (DO) terhadap organisme perairan.
Kegunaan dari praktikum Limnologi mengenai Oksigen terlarut (DO), yaitu sebagai penambahan ilmu pengetahuan secara langsung kepada para praktikan untuk mengetahui kandungan kuantitas dan kualitas Oksigen terlarut (DO) yang baik terhadap oranisme perairan.














II.               TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Sifat Fisika Air
2.1.1  Kecerahan
Kecerahan merupakan parameter fisika yang erat kaitannya dengan proses fotosintesis dalam lingkup perairan terutama pada tumbuhan. Kecerahan yang tinggi menunjukkan daya tembus cahaya matahari yang jauh ke dalam perairan. Kecerahan sangat penting dalam kehidupan ekositem perairan terutama ikan
(Erikarianto, 2008).
Pada perairan kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan dan pengukuran cahaya sinar matahari didalam air dapat dilakukan dengan menggunakan alat pengukur kecerahan yang biasanya di sebut dengan  Secchi disk. Satuan untuk nilai kecerahan dari suatu perairan dengan alat tersebut adalah satuan meter. Jumlah cahaya yang diterima oleh fitoplankton diperairan asli bergantung pada intensitas cahaya matahari yang masuk kedalam permukaan air dan daya perambatan cahaya didalam air. Secara umum kecerahan perairan dalam media budidaya yang baik berkisar antara 30 – 40 cm (Effendi, 2003).

2.1.2 Suhu
Menurut Susanto (1991), suhu adalah salah satu sifat fisik yang dapat mempengaruhi nafsu makan dan pertumbuhan pada ikan. Suhu juga dapat mempengaruhi makhluk hidup dalam pertukaran zat-zat atau metabolisme. Keadaan ini jelas terlihat pada jumlah plankton yang beriklim sedang lebih banyak dibanding yang beriklim tropis. Ini karena pada daerah yang beriklim panas, proses perombakannya berlangsung lebih cepat sehingga tidak memungkinkan plankton untuk tumbuh dalam jumlah yang besar.
Menurut Achmad (2004), pengaruh suhu sangat penting dalam kasus oksigen. Kelarutan oksigen dalam  air pada berbagai suhu berpengaruh terhadap kelarutan gas-gas dalam air. Dengan kenaikan suhu air, terjadi penurunan kelarutan oksigen (O2)  yang dibarengi dengan naiknya kecepatan pernapasan organisme perairan, sehingga sering menyebabkan adanya suatu keadaan naiknya kebutuhan oksigen diikuti oleh turunnya kelarutan gas tersebut dalam air.
2.2 Sifat Kimia Air
2.2.1  Sumber Oksigen Terlarut (DO) Dalam Perairan.
Oksigen merupakan salah satu unsur yang keberadaannya sangat dibutuhkan oleh semua mahluk hidup. Oksigen yang terdapat di atmosfir bumi sekitar 210 mg/liter. Dalam perairan oksigen merupakan gas terlarut yang kadarnya bervariasi dalam setiap perairan. Dalam perairan, oksigen dapat bersumber antara lain dari aktifitas fotosintesis, tumbuhan air maupun fitoplankton dengan bantuan energi matahari serta dari proses difusi oksigen yang berasal dari bumi (Effendi, 2003).
Menurut Susanto (1991), oksigen juga dapat bersumber dari adanya aliran air baru yang masuk ke dalam suatu kolam air yang terjadi oleh adanya turbelensi dan terjadi arus sehingga kadar O2 di perairan meningkat.


2.2.2   Standar Kadar Oksigen Terlarut ( DO)   yang Baik.
Menurut Susanto (1991), Kadar oksigen terlarut dalam air sebanyak 5 – 6 ppm dianggap paling ideal untuk tumbuh dan berkembang biak ikan di kolam, sedangkan batas minimum oksigen dalam perairan adalah 3 ppm. Namun ada beberapa jenis ikan yang mampu hidup pada konsentrasi oksigen 3 ppm. Namun konsentrasi minimum yang masih dapat diterima oleh sebagian besar biota untuk dapat tetap bertahan hidup adalah sebesar 5 ppm. Pada konsentrasi 4 ppm beberapa jenis masih dapat bertahan hidup namun nafsu makannya mulai menurun. Untuk konsentrasi yang baik bagi budidaya perairan yaitu antara 5 – 7 ppm.
Menurut Kordi (2005), batas minimum oksigen dalam perairan adalah 3 ppm. Namun ada beberapa jenis ikan yang mampu hidup pada konsentrasi oksigen 3 ppm. Namun konsentrasi minimum yang masih dapat diterima oleh sebagian besar biota untuk dapat tetap bertahan hidup adalah sebesar 5 ppm. Pada konsentrasi 4 ppm beberapa jenis masih dapat bertahan hidup namun nafsu makannya mulai menurun. Untuk konsentrasi yang baik bagi budidaya perairan yaitu antara 5 – 7 ppm.
2.2.3   Dampak Kelebihan Serta Kekurangan Oksigen Terlarut (DO).
Kelebihan serta kekurangan oksigen dalam air, akan berdampak negatif pada organisme yang berada dalam perairan. Organisme dalam perairan khususnya ikan, akan mengalami stres bahkan terjadi kematian apabila kadar oksigen terlarut dalam air akan menurun atau lebih (Sitanggang dan Sarwono, 2006).
Menurut Asmawi (1986), saat kadar oksigen terlarut dalam perairan berkurang kecepatan makan ikan pun akan berkurang. Atau jika kadar oksigen kurang dari 1 ppm ikan akan berhenti makan. Tetapi saat kadar oksigen terlarut berada dalam jumlah yang sangat banyak ikan-ikan memang jarang mati, namun pada saat tertentu hal yang demikian dapat mematikan ikan, sebab di dalam pembuluh-pembuluh darah terjadi emboli gas yang mengakibatkan tertutupnya pembuluh-pembuluh rambut dalam daun-daun insang ikan.
2.2.4   Sebab-Sebab Kenaikan dan Penurunan Kadar Oksigen Terlarut (DO).
Kenaikan kadar oksigen di perairan secara umum disebabkan oleh berlangsungnya proses fotosintesis. Pada siang hari saat terjadi proses fotosintesis kadar oksigen dalam perairan mencukupi untuk kebutuhan respirasi. Namun pada saat suhu yang tinggi yang kemudian mempengaruhi aktifitas biota budidaya akan mengakibatkan kadar oksigen berkurang. Proses respirasi tumbuhan dan hewan pada malam hari juga mengakibatkan hilangnya oksigen
(Afrianto dan Liviawaty, 1991).
Pada umumnya perairan yang telah tercemar kandungan oksigennya sangat rendah, hal ini karena oksigen terlarut di dalam air diserap oleh mikroorganisme untuk memecah/mendegradasi bahan buangan organik sehingga menjadi bahan yang mudah menguap. Selain itu bahan buangan organik juga dapat bereaksi dengan oksigen yang terlarut di dalam air sehingga makin sedikit sisa kandungan oksigen yang terlarut di dalamnya (Lesmana dan Bambang, 2001).
2.2.5   Hubungan Antara Oksigen Terlarut (DO) Terhadap Parameter Lainya.

Menurut Fujaya ( 2000), tingkat kelarutan oksigen dalam perairan kadarnya bertolak belakang dengan beberapa parameter kualitas air lainnya. Kadar oksigen akan meningkat pada suhu yang rendah dan akan berkurang seiring dengan naiknya suhu. Kelarutan oksigen juga akan menurun bila terjadi kenaikan salinitas, pH, dan kadar CO2.
Kadar oksigen (O2) dalam perairan tawar akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan berkurangnya kadar alkalinitas. Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas. Dengan bertambahnya kedalaman akan mengakibatkan terjadinya penurunan kadar oksigen terlarut dalam perairan (Salmin, 2000).
Kehadiran karbon dioksida (CO2) sangat erat kaitanya dengan kuantitas atau jumlah keberadaan kadar oksigen dalam air, dimana kenaikan kadar karbondioksida akan selalu diikuti oleh penurunan kadar oksigen sehingga ini akan mempengaruhi kelangsungan hidup suatu organisme yang hidup dalam lingkup perairan (Susanto, 1991).
2.2.6   pH
Derajat keasaman atau pH dalam air menunjukan aktifitas ion hidrogen dalam larutan tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hidrogen (dalam mol per liter) pada suhu tertentu atau dapat ditulis pH = log (H+). Jika pH dalam perairan < 4,5 maka air bersifat racun bagi ikan, sedangkan pH > 9,0 pertumbuhan ikan sangat terhambat. Maka dari itu pH yang diperlukan agar ikan mengalami pertumbuhan yang optimal yaitu 6,5 – 9,0 (Kordi, 2004).
Menurut Efendi (2003), pH 7 dikatakn netral, pH di atas 7 dikatakan basa, dan pH di bawah 7 dikatakn asam.  Kisaran pH yang baik dalam perairan untuk proses budidaya yaitu berkisar antara 7 – 8.  Dengan kondisi kisaran tersebut akan dapat membantu pertumbuhan yang baik pada organisme perairan.  Tetapi apabila dalam perairan mengalami kisaran dibawah dan di atas nilai kisaran pH yang baik maka akan dapat menghambat laju pertumbuhan pada organisme perairan.
2.3    Sifat Biologi
2.3.1 Flora
Flora merupakan jenis tumbuhan dalam hal ini pada lingkup perairan seperti rumput laut, lamun, phytoplankton dan sebagainya. Flora atau tumbuhan sangat berperan penting dalam kegiatan perairan terutama dalam menghasilkan oksigen seperti phytoplankton. Dalam proses hidupnya cahaya matahari merupakan parameter hidup paling mendasar untuk kelangsungan hidup suatu jenis flora yaitu tumbuhan baik darat maupun perairan dalam proses fotosintesis (Efendi, 2003).

2.3.2   Fauna
Fauna merupakan jenis hewan yang hidup dalam suatu lingkungan. Pada perairan jenis hewan yang terdapat didalamnya umumnya adalah ikan. Ikan pada perairan berperan sebagai konsumen dalam proses rantai makanan dan terkadang sering menjadi predator (pemangsa). Ikan hidup pada zona atau wilayah pelagis (permukaan) dan domersal (pedalaman) yang disebabkan pada dasarnya ikan mempunyai karakteristik habitat yang berbeda – beda (Kordi, 2007).

2.3.3   Produktifitas Primer
Menurut Afrianto dan Liviawaty (1991), dalam budidaya, produktifitas primer sangat dibutuhkan, karena sebagai penghasil oksigen terbesar untuk proses pernafasan bagi organisme yang ada didalam perairan. Tingkat kesuburan perairan juga mempengaruhi produktifitas primer, bila kesuburan perairan kurang bisa ditingkatkan dengan cara pemupukan. Kesuburan diperairan dipengaruhi oleh kecepatan bahan organik menjadi mineral. Pada perairan yang produktifitasnya tinggi, cahaya matahari yang masuk hanya sedikit dikarenakan cahaya yang akan masuk terhalang oleh fitoplankton yang ada dipermukaan air.








III.  METODE PRAKTIKUM
3.1  Waktu dan Tempat
Praktikum Limnologi mengenai Oksigen Terlarut (DO) dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 28 Oktober 2011, dimulai Pukul 14.00 WITA sampai dengan selesai. Bertempat di Laboratorium Perikanan, Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako, Palu.
3.2  Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum Limnologi mengenai Oksigen Terlarut (DO) yaitu sebagai berikut :
Tabel 1. Alat – alat yang Digunakan Pada Pengukuran O2 Terlarut.
NO
ALAT
KEGUNAAN
1.

2.
3.

4.

5.

6.
7.
8.

9.
Botol BOD

Labu Erlenmeyer
Gelas Ukur

Pipet Tetes

Bola Karet Penghisap

Termometer
Reflagtometer
pH-Meter

Alat tulis menulis
·         Sebagai alat untuk tempat penyimpanan bahan organik yang telah diencerkan.
·         Sebagai tempat zat yang akan dititrasi.
·         Sebagai alat untuk mengukur volume suatu zat kimia dalam bentuk laruran.
·         Sebagai alat untuk pengambilan bahan larutan dalam volume yang kecil/sedikit.
·         Sebagai alat untuk menghisap dan mengeluarkan cairan.
·         Sebagai alat untuk mengukur suhu.
·         Sebagai alat untuk mengukur salinitas.
·         Sebagai alat untuk mengukur tingkat keasamaan dalam perairan.
·         Sebagai alat untuk mencatat hasil praktikum.
Bahan yang digunakan pada praktikum Limnologi mengenai Oksigen Terlarut (DO) yaitu air sampel, larutan mangano sulfat (MnSo4), alkali-Iodide            (NaoH + ki), asam sulfat ( H2SO4), amylum, standar sodium thiosulfat ( Na2S2O3).
3.3  Prosedur Kerja
3.3.1        Sifat Fisika
3.3.1.1 Suhu
Adapun prosedur kerja suhu pada pengukuran mengenai Oksigen Terlarut (DO) yaitu sebagai berikut :
1.    Mengambil alat pengukur suhu (termometer), meletakan termometer hingga berada dibawah permukaan air.
2.    Mengamati kisaran suhu dan kemudian mencatatnya.


3.3.2        Sifat Kimia
3.3.2.1 Oksigen Terlarut (DO)
Adapaun cara kerja pada pengukuran mengenai Oksigen terlarut (DO) yaitu sebagai berikut :
1.  Mengambil air sampel sebanyak 50 ml dan memasukan ke dalam botol BOD tanpa terdapat gelembung di dalamnya.
2.    Menambahkan larutan MnSO4 dan alkali iodida sebanyak 1 ml dengan menggunakan pipet skala, tutup botol dan kemudian membolak balikkan botol hingga terbentuk endapan lalu diamkan.
3.    Menambahkan H2SO4 pekat sebanyak 1 ml kemudian membolak balikkan kembali botol sampai semua endapan larut kembali.
4.    Memindahkan larutan ke dalam erlenmeyer sebanyak 50 ml kemudian menitrasi dengan larutan natrium thiosulfate (Na2S2O3) hingga terjadi perubahan warna dari kuning tua menjadi kuning muda dan mencatat volume Na2S2O3 yang terpakai (p1).
5.    Menambahkan beberapa tetes amilum sampai larutan berwarna biru, lalu menitrasi kembali larutan dengan Na2S2O3 sampai larutan kembali menjadi bening, dan menghitung volume peniter yang terpakai (p2).
3.3.2.2   pH
 Adapun prosedur kerja pH pada pengukuran mengenai Oksigen Terlarut (DO) yaitu sebagai berikut :
1.    Mengambil pengukur pH (pH-Meter), membuka penutup membran pHnya dan menekan tombol on/off untuk mengaktifkanya.
2.    Meletakan alat pH-Meter kedalam air sampai batas tertentu.
3.    Mengamati nilai pH air pada monitor pH-Meter dan mencatatnya.

3.3    Analisa Data
Kadar oksigen dalam 1 liter air dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
Mg/l O2 terlarut =        1000 x p x N x 8
                                      V            
Keterangan :        1000    = ml per liter air
8          = Jumlah mg/1 O2 setara, 0,025 N Na2S2O3
                        V         = Volume air yang dititrasi
                        N         = Normalitas Na2S2O3 ( 0,025 N )
                        p          = Volume titran ( Na2S2O3 ) yang digunakan     




















IV.           HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1     Hasil
Berdasarkan hasil pengamatan praktek di Laboratorium, maka di dapatkan hasil sebagai berikut :


 













Gambar 1. Kadar Oksigen Terlarut (DO) Antara Akuarium A dan B.



 












Gambar 2. pH Pada Pengukuran  Oksigen Terlarut (DO) Akuarium A dan B.



4.2     Pembahasan
4.2.1 Perbandingan Oksigen Terlarut (DO) Hasil Pengamatan Dengan Kadar Optimal.

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan di laboratorium pada pengukuran mengenai Oksigen Terlarut (DO), suhu serta pH pada akuarium A dan B, ternyata diperoleh hasil yang berbeda tentang kandungan kadar oksigen pada setiap akuarium tersebut. Dimana pada aquarium A setelah diukur kadar oksigennya yaitu berkisar rata-rata  5,93 mg/l, sedangkan pada aquarium B dengan kadar oksigen yaitu rata-rata 5,97 mg/l yang masing-masing akuarium berada pada suhu 270C. Kandungan kadar oksigen dari masing- masing akuarium tersebut termaksud dalam standar kadar oksigen paling ideal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Susanto (1991), bahwa kadar oksigen terlarut dalam air sebanyak 5 – 6 ppm dianggap paling ideal untuk tumbuh dan berkembang biak pada ikan di kolam.

4.2.2   Perbandingan Kadar Oksigen Terlarut (DO) Aquarium A dan B.
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan di laboratorium  pada pengukuran mengenai Oksigen Terlarut terhadap perbandingan  kadar oksigen terlarut antara akuarium A dan B sangat terlihat jelas perbedaan volume kadar oksigen terlarutnya. Dimana pada saat pengukuran oksigen terlarut dalam akuarium, meskipun kandungan kadar oksigen dalam air  nilai rata – ratanya jika  dibulatkan sama, akan tetapi kandungan kadar oksigen dari masing – masing kelompok berbeda. Dimana terjadi tinggi dan rendahnya oksigen terlarut pada kedua akuarium tersebut. Terlihat pada aquarium A, kandungan kadar oksigen terlarut pada kelompok 2 yaitu 6,8 Mg/l, pada kelompok 3 yaitu 5,8 Mg/l dan pada kelompok 6 kandungan oksigen terlarut yaitu 5,32 Mg/l. Sedangkan pada akuarium B, kandungan adar oksigen terlarutnya pada kelompok 1 yaitu 6,08 Mg/l, kelompok 4 yaitu 6,08 Mg/l, dan kelompok 5 yaitu 5,76 Mg/l.
 Titik paling rendah kadar oksigen terlarut antara kedua akuarium tersebut setelah diamati, ternyata berada pada akuarium A. Dimana pada akuarium A  kadar oksigen terlarut dari masing – masing kelompok hampir semua berkisar 5 Mg/l, sedangkan pada akuarium B lebih tinggi yaitu berada pada 6,08 Mg/l.
Setelah diamati, perbandingan kadar oksigen disebabkan karena terjadinya perampasan oksigen dalam akuarium oleh organisme di dalamnya yaitu ikan, untuk proses respirasi atau pernapasan, dengan kata lain  dipengaruhi oleh jumlah atau banyaknya ikan di dalam akuarium yang hanya berukuran 90 x 60 cm, dimana pada akuarium A terdapat 3 ekor ikan,sedangkan pada akuarium B hanya terdapat 2 ekor ikan saja.
Jumlah serta ukuran pada akuarium tersebut merupakan salah satu faktor pemicu kurangnya kadar oksigen dalam air. Semakin banyak jumlah organisme tentunya akan semakin banyak pula zat sisa hasil metabolisme yang akan mengendap didasar perairan. Hubunganya terhadap zat sisa tersebut dengan kadar oksigen dalam air yaitu zat sisa atau hasil metabolisme itu faktor tumbuhnya mikroorganisme dalam air yang akan mempengaruhi jumlah dari kadar oksigen. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lesmana dan Bambang ( 2001), pada umumnya perairan yang telah tercemar kandungan oksigennya sangat rendah, hal ini karena oksigen terlarut di dalam air diserap oleh mikroorganisme untuk memecah/mendegradasi bahan buangan organik sehingga menjadi bahan yang mudah menguap. Selain itu bahan buangan organik juga dapat bereaksi dengan oksigen yang terlarut di dalam air sehingga makin sedikit sisa kandungan oksigen yang terlarut di dalamnya.

4.2.3   Hubungan Oksigen Terlarut (DO) Dengan Parameter Lain.
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan di laboratorium  pada pengukuran mengenai Oksigen terlarut (DO), ternyata pada dasarnya memiliki hubungan dengan parameter lainya. Dimana O2 terlarut dalam air sangat mempengaruhi tinggi rendahnya kadar parameter lainya, Misalnya pengaruh O2 terlarut terhadap karbondioksida. Hal ini sesuai dengan pernyataan Susanto (1991), apabila oksigen dalam air tinggi, maka kandungan kadar karbondioksida akan turun, begitu pun sebaliknya. Sehingga ini akan berpengaruh terhadap organisme yang hidup dalam lingkup perairan.
Selanjutnya, suhu juga merupakan salah satu parameter yang mempunyai hubungan dengan kandungan oksigen terlarut dalam air. Dimana kandungan kadar oksigen akan naik apabila suhu berada dalam kondisi volume yang rendah, begitu pun sebaliknya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fujaya (2000), tingkat kelarutan oksigen dalam perairan kadarnya bertolak belakang dengan beberapa parameter lainya seperti suhu. Dimana kadar oksigen akan meningkat pada suhu yang rendah dan akan berkurang seiring dengan naiknya suhu. Kelarutan oksigen juga akan menurun bila terjadi kenaikan salinitas, pH, dan kadar CO2.
Akan tetapi, berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan di laboratorium dalam pengukuran mengenai Oksigen Terlarut (DO) yang dilakukan antara akuarium A dan B, jarang terdapat hubungan naik dan turunya kadar oksigen terlarut dengan parameter lainya, hal ini dikarenakan pada hasil yang telah didapatkan yaitu pada kandungan kadar oksigen terlarut, merupakan volume dalam kondisi yang ideal yaitu 5,9 mg/l. Hal ini sesuai dengan pernyataan Susanto (1991), bahwa kadar oksigen terlarut dalam air sebanyak 5 – 6 ppm dianggap paling ideal untuk tumbuh dan berkembang biak pada ikan di kolam.













V.               KESIMPULAN DAN SARAN
5.1     Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil pengamatan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.    Kandungan rata – rata oksigen terlarut pada akuarium A yaitu 5,93 dan akuarium B yaitu 5,97 Mg/l.
2.    Kedua sampel yang digunakan dalam praktikum limnologi tentang oksigen terlarut (DO), tergolong baik untuk kegiatan budidaya dengan kadar 5,9 Mg/l.
3.    Penyebab faktor meningkat dan menurunya oksigen terlarut pada akuarium A dan B, disebabkan karena pengaruh suhu, jumlah organisme terhadap ukuran aquarium, hasil metabolisme atau zat sisa dari organisme dan kandungan parameter lainya seperti CO2.

5.2         Saran
Saran saya sebagai praktikan agar kedepanya dalam pengukuran kadar oksigen terlarut, perlu ditambahnya pengukuran suhu secara bertahap, misalnya pengukuran suhu dalam waktu setengah - setengah jam, tidak menutup kemungkinan, suhu akan selalu berubah setiap waktu dan itu akan berpengaruh pada kadar oksigen dalam air.




 










KARBONDIOKSIDA (CO2)












I.                  PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Kehidupan organisme di perairan, sangat tergantung pada kualitas air dimana tempat organisme tersebut hidup. Air yang berkualitas baik akan sangat menunjang masa pertumbuhan pada organisme perairan, baik hewan maupun tumbuhan, termasuk salah satunya pada kualitas air dilihat dari segi kimia, dimana unsur kimia dalam air berfungsi sebagai pembawa unsur-unsur hara, mineral, vitamin dan gas-gas terlarut dalam air seperti karbondioksida (CO2).
 Karbondioksida (CO2), merupakan hasil proses kegiatan oksigen terlarut dalam air. Dengan kata lain oksigen dengan karbondioksida terlarut saling berhubungan atau berkaitan langsung terutama  dalam proses kehidupan organisme dalam air.
Karbondioksida (CO2) merupakan sejenis senyawa kimia yang terdiri dari dua atom oksigen yang terikat secara kovalen dengan sebuah atom karbon. Dalam lingkup kehidupan organisme terutama dalam air,  karbondioksida (CO2) berfungsi sebagai proses respirasi dan fotosintesis untuk ikan dan phytoplankton.
Kehidupan organisme di perairan juga tergantung pada tingkat kuantitas atau jumlah kadar CO2 terlarut, dimana apabila tingkat kadar CO2 sangat tinggi, itu akan menyebabkan matinya organisme perairan. Maka dari itu, perlu dilakukanya praktikum mengenai CO2 ­­­­­­terlarut agar dapat mengetahui  kuantitas dan kualitas air pada perairan sehingga organisme dalam perairan dapat bertahan hidup.


1.2     Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum Limnologi mengenai Karbondioksida (CO2) yaitu agar para praktikan dapat mengetahui kandungan kadar karbondioksida serta pengaruh positif dan negatif terhadap kadar Karbondioksida (CO2) terlarut terhadap organisme perairan.
Kegunaan dari praktikum Limnologi mengenai Karbondioksida (CO2) yaitu sebagai penambahan ilmu pengetahuan secara langsung kepada para praktikan untuk mengetahui kandungan kuantitas dan kualitas Karbondioksida (CO2) terhadap oranisme perairan.










II.               TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Sifat Fisika Air
2.1.1  Kecerahan
Kecerahan air yaitu suatu kondisi perairan yang jernih akibat hasil pancaran sinar matahari yang masuk kedalam air. seichi disk merupakan alat untuk mengukur tingkat kecerahan, dimana bentuknya berupa piringan bulat kemudian diberi warna hitam dan putih lalu dihubugkan dengan menggunakan tali berskala (Kordi, 2005).
Kecerahan dapat tergantung pada warna dan kekeruhan yang terdapat didalam air. Pengukuran kecerahan didalam suatu perairan dapat menggunakan secchi disk yaitu dengan melihat tingkat kekeruhannya. Nilai kecerahan sangat dipengaruhi oleh adanya cuaca, kekeruhan padatan yang tersuspensi dan terlarut (lumpur dan pasir halus) (Effendi, 2003).
2.1.2   Suhu
Suhu adalah tingkat panas dinginya suatu benda. Suhu diukur dengan menggunakan alat yaitu termometer. Suhu juga sangat mempengaruhi kandungan kadar karbondioksida yang dihasilkan dalam air. Dimana semakin tinggi suhu maka kadar karbondioksida pun ikut naik, sebaliknya jika suhu rendah kadar karbondioksida akan ikut rendah dengan kata lain kandungan kadar oksigen akan meningkat pada suhu yang rendah dan akan berkurang seiring dengan naiknya suhu (Zonnoveld dan Husiman, 1991).

2.2 Sifat Kimia Air
2.2.1 Sumber Karbondioksida (CO2) Dalam Perairan.
CO2 atau biasa disebut karbondioksida, terbentuk dalam air karena proses dekomposisi (oksidasi) zat organik oleh mikroorganisme. Umumnya juga terdapat dalam air yang telah tercemar. Sumber karbon utama di bumi adalah atmosfer dan perairan, terutama lautan. Laut mengandung karbon lima puluh kali lebih banyak daripada karbon diatmosfer. Perpindahan karbon di atmosfer ke laut terjadi melalui proses difusi. Karbon yang terdapat di laut cenderung mengatur karbondioksida di atmosfer. Karbon yang terdapat di atmosfer dan di perairan di ubah menjadi karbon organic melalui proses fotosintesis, kemudian masuk kembali ke atmosfer melalui proses respirasi dan dekomposisi yang merupakan proses biologis mahkluk hidup (Efendi, 2003).
2.2.2        Kadar Karbondioksida ( CO2)   yang Baik Untuk Budidaya.
Kadar karbondioksida (CO2) yang baik bagi organisme peraiaran yaitu kurang lebih 15 ppm. Kisaran ini merupakan toleransi kadar karbondioksida yang baik bagi pembudidaya, sangat menjamin dalam proses pertumbuhannya. Akan tetapi menjadi racun bagi organisme perairan apabila kadarnya mencapai 20 mg/l. (Mujiman, 1989).
2.2.3   Dampak Kelebihan Serta Kekurangan Karbondioksida (CO2).
Kurangnya karbondioksida (CO2) terlarut dalam perairan utamanya pada siang hari dapat mengakibatkan terganggunya proses fotosintesis yang dilakukan oleh organisme akuatik dan memperlambat pertumbuhan organisme tersebut dalam perairan  (http//ideiyanhariini.blogspot.com/2008/05/karbondioksida.html).
          Apabila jumlah kadar karbondioksida melebihi dari standar yang sudah ditentukan yaitu 15 ppm, itu sangat membahayakan karena menghambat pengikatan oksigen (O2). Lebih lanjut dikatakan kadar karbondioksida yang berlebih dapat diatasi dengan melakukan penggantian air secara rutin, mengurangi pertumbuhan ganggang yang terlalu lebat dan peningkatan peranan kincir air (Mujiman, 1989).
2.2.4    Sebab - Sebab Kenaikan dan Penurunan Kadar Karbondioksida (CO2).
          Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor penyebab naik dan turunya kadar karbondioksida pada perairan. Semakin tinggi oksigen dalam air, maka semakin rendah kadar karbondioksida yang dihasilkan,sebaliknya semakin rendah kadar oksigen dalam perairan maka semakin tinggi kandungan kadar karbondioksida dalam air. Parameter lainya seperti suhu juga sangat mempengaruhi kandungan kadar karbondioksida yang dihasilkan dalam air. Dimana semakin tinggi suhu maka kadar karbondioksida pun ikut naik, sebaliknya jika suhu rendah kadar karbondioksida akan ikut rendah (Zonnoveld dan Husiman, 1991).
2.2.5   Hubungan Antara Karbondioksida (CO2) Terhadap Parameter Lainya.
Tinggi dan rendahnya kadar suatu karbondioksida dalam perairan tidak lepas dari pengaruh parameter lain seperti oksigen, alkalinitas, kesadahan, suhu, cahaya dan sebagainya. Di mana semakin tinggi karbondioksida, maka oksigen yang di perlukan bertambah. Konsentrasi karbondioksida sangat erat hubungannya dengan konsentrasi oksigen terlarut dalam perairan, karena kandungan karbondioksida mempunyai konsentrasi yang hampir sama dengan konsentrasi oksigen terlarut (Soeyasa, 2001).
Kehadiran karbondioksida (CO2) sangat erat kaitannya dengan keberadaan oksigen (O2), kenaikan kadar karbondioksida akan selalu diikuti oleh penurunan kadar oksigen.  Sehingga sebelum karbondioksida mencapai batas yang mematikan bagi organisme, biasanya organisme sudah merana dan akhirnya mati karena oksigen sudah tidak mencukupi kebutuhan yang disebabkan karbondioksida yang sudah berlebihan (Susanto, 1993).
Menurut Fujaya ( 2000), tingkat kelarutan oksigen dalam perairan kadarnya bertolak belakang dengan beberapa parameter kualitas air lainnya. Kadar oksigen akan meningkat pada suhu yang rendah dan akan berkurang seiring dengan naiknya suhu. Kelarutan oksigen juga akan menurun bila terjadi kenaikan salinitas, pH, dan kadar CO2.

2.2.6   pH
Derajat keasaman atau pH dalam air menunjukan aktifitas ion hidrogen dalam larutan tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hidrogen (dalam mol per liter) pada suhu tertentu atau dapat ditulis pH = log (H+). Jika pH dalam perairan < 4,5 maka air bersifat racun bagi ikan, sedangkan pH > 9,0 pertumbuhan ikan sangat terhambat. Maka dari itu pH yang diperlukan agar ikan mengalami pertumbuhan yang optimal yaitu 6,5 – 9,0 (Kordi, 2004).
Menurut Efendi (2003), pH 7 dikatakn netral, pH di atas 7 dikatakan basa, dan pH di bawah 7 dikatakn asam.  Kisaran pH yang baik dalam perairan untuk proses budidaya yaitu berkisar antara 7 – 8.  Dengan kondisi kisaran tersebut akan dapat membantu pertumbuhan yang baik pada organisme perairan.  Tetapi apabila dalam perairan mengalami kisaran dibawah dan di atas nilai kisaran pH yang baik maka akan dapat menghambat laju pertumbuhan pada organisme perairan.
2.3    Sifat Biologi
2.3.1 Flora
Hampir semua golongan tumbuhan terdapat pada ekosistem air tawar, tumbuhan tingkat tinggi (Dikotil dan Monokotil), tumbuhan tingkat rendah (jamur, ganggang biru, ganggang hijau). Hidrofolik atau tumbuhan air merupakan golongan yang mencakup semua tumbuhan yang hidup di air baik yang Bersauh (berakar dalam Lumpur dan dasar air) atau tidak. Disamping tipe mikroskopik yang mengapung bebes dan yang berenang-berenang yang merupakan dasar utama pembentukan kategori tersendiri yang disebut plankton. Golongan hidrofolik cenderung melintas memotong golongan lainnya dan dengn itu sering ditiadakan dari spectrum biologi (Soeyasa, 2001).


2.3.2   Fauna
Pada lingkup perairan, dimana hewan yang paling umum mendominasi adalah hewan-hewan dari golongan hewan bertulang belakang yakni ikan.  Ikan ini berada pada setiap lapisan perairan baik pada zona litoral dan zona limnetik.  Hal ini disebabkan oleh kemampuan gerak ikan. Biasanya ikan-ikan bergerak bebas antara zona litoral dan limnetik, akan tetapi sebagian besar ikan-ikan menghabiskan waktunya di daerah litoral dan kebanyakan dari mereka berkembangbiak di daerah tersebut (Hardin, 2009).

2.3.3   Produktifitas Primer
Produksi Umum atau produktifitas primer merupakan hasil produksi zat-zat organik yang baru dari substrat-substrat anorganik. Hasil produksi ini, dapat berupa energi atau zat-zat organik yang baru. Makin pendek suatu rantai makanan maka makin besar energi yang tersedia untuk membentuk senyawa-senyawa organik. Laju pembentukan senyawa-senyawa organik yang hanya berupa energi dari senyawa-senyawa anorganik disebut dengan produktifitas primer. Produktifitas primer sering dianggap sama dengan fotosintesis (Massofa, 2008).










III.           METODE PRAKTIKUM
3.1  Waktu dan Tempat
Praktikum Limnologi mengenai Karbondioksida (CO2) dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 28 Oktober 2011, dimulai Pukul 14.00 WITA sampai dengan selesai. Bertempat di Laboratorium Perikanan, Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako, Palu.
3.2  Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum Limnologi mengenai Karbondioksida (CO2) yaitu sebagai berikut :
Tabel 2. Alat – alat yang Digunakan Pada Pengukuran CO2 Terlarut.
NO
ALAT
KEGUNAAN
1.

2.
3.

4.

5.

6.
7.
8.

9.
Botol BOD

Labu Erlenmeyer
Gelas Ukur

Pipet Tetes

Bola Karet Penghisap

Termometer
Reflagtometer
pH-Meter

Alat tulis menulis
·         Sebagai alat untuk tempat penyimpanan bahan organik yang telah diencerkan.
·         Sebagai tempat zat yang akan dititrasi.
·         Sebagai alat untuk mengukur volume suatu zat kimia dalam bentuk laruran.
·         Sebagai alat untuk pengambilan bahan larutan dalam volume yang kecil/sedikit.
·         Sebagai alat untuk menghisap dan mengeluarkan cairan.
·         Sebagai alat untuk mengukur suhu.
·         Sebagai alat untuk mengukur salinitas.
·         Sebagai alat untuk mengukur tingkat keasamaan dalam perairan.
·         Sebagai alat untuk mencatat hasil praktikum.
Bahan yang digunakan pada praktikum limnologi mengenai Karbondioksida (CO2) yaitu  air sampel, indikator phenolphthalein (PP), natrium karbonat (Na2CO3), asam sulfat (H2So4).
3.3  Prosedur Kerja
3.3.1        Sifat Fisika
3.3.1.1 Suhu
Adapun prosedur kerja suhu pada pengukuran mengenai Karbondioksida (CO2) yaitu sebagai berikut :
1.    Mengambil alat pengukur suhu (termometer), meletakan termometer hingga berada dibawah permukaan air.
2.    Mengamati kisaran suhu dan kemudian mencatatnya.

3.3.2        Sifat Kimia
3.3.2.1 Karbondioksida (CO2)
Adapun cara kerja pada pengukuran mengenai Karbondioksida (CO2) yaitu sebagai berikut :
1. Mengambil air sampel sebanyak 50 ml dan memasukkannya ke dalam labu erlemeyer tanpa ada aerasi atau difusi CO2 dalam air.
2.    Meneteskan indikator PP sebanyak 0,25 ml, lalu putar labu agar larutan merata.
3.    Setelah berwarna pink, titrasi dengan H2SO4 hingga air menjadi bening.
4.    menghitung volume peniter yang terpakai (p).


3.3.2.2   pH
 Adapun prosedur kerja pH pada pengukuran mengenai Karbondioksida (CO2) yaitu sebagai berikut :
1.    Mengambil pengukur pH (pH-Meter), membuka penutup membran pHnya dan menekan tombol on/off untuk mengaktifkanya.
2.    Meletakan alat pH-Meter kedalam air sampai batas tertentu.
3.    Mengamati nilai pH air pada monitor pH-Meter dan mencatatnya.

3.4    Analisa Data
Kadar karbondioksida bebas (bening), dapat diukur dengan perhitungan sebagai berikut :
Mg/l CO2 bebas =        1000 x p x 0,5
                                      V            
Keterangan :
                        1000    = ml per liter air
                        0,5       = Jumlah mg/1 CO2 setara, 0,045 N Na2CO3
                        V         = Volume air yang dititrasi
                               p          = Volume titran (Na2CO3) yang digunakan      



IV.           HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1  Hasil
Berdasarkan hasil pengamatan praktek di laboratorium, maka di dapatkan hasil sebagai berikut :


 







Gambar 3. Kadar Karbondioksida Terlarut Antara Akuarium A dan B.






Gambar 4. pH Pada Pengukuran Karbondioksida Terlarut Akuarium A dan B.

4.2  Pembahasan
4.2.1   Perbandingan Oksigen Terlarut (DO) Hasil Pengamatan Dengan Kadar Optimal.
                 
          Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan di laboratorium pada pengukuran mengenai Karbondioksida (CO2), diperoleh hasil kadar CO2 pada akuarium A dan B berbeda. Dimana pada pada akuarium A setelah diukur kadar karbondioksidanya dengan suhu rata-rata 270C, lebih tinggi yaitu 13,63 Mg/l sedangkan pada kadar karbondioksida pada akuarium B dengan suhu 280C, lebih rendah yaitu 8,56 Mg/l. Namun, sesuai hasil rata - rata kadar karbondioksida yang diperoleh setelah dihitung pada kedua akuarium tersebut yaitu antara akuarium A dan akuarium B dengan jumlah rata – rata dibawah 15 ppm, ternyata merupakan kadar karbondioksida yang baik bagi kelangsungan hidup organisme didalamnya terutama dalam proses pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mujiman (1989), bahwa kadar karbondioksida (CO2) yang baik bagi organisme peraiaran yaitu kurang lebih 15 ppm. Jika lebih dari itu sangat membahayakan karena menghambat pengikatan oksigen (O2).

4.2.2   Perbandingan Kadar Karbondioksida (CO2) Aquarium A dan B.
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan di laboratorium  pada pengukuran mengenai Karbondioksida (CO2) terhadap perbandingan  kadar karbondioksida antara akuarium A dan B, sangat terlihat jelas perbedaan volume kadar karbondioksidanya. Dimana pada akuarium A kadar karbondioksidanya lebih tinggi dibanding pada akuarium B. Hal tersebut disebabkan karena pada akuarium A volume kadar oksigen didalamnya lebih rendah dibanding pada akuarium B, atau dengan kata lain terjadi penurunan oksigen lebih banyak pada akuarium A dibanding akuarium B. Salah satu yang menjadi faktor penyebabnya antara lain karena adanya pengaruh kegiatan pembuangan bahan organik serperti zat sisa atau hasil metabolisme oleh organisme yang berlebihan akibat banyaknya jumlah organisme, tidak berjalanya aerator pada akuarium tersebut, dan banyaknya jumlah organisme pada akuarium A sehingga terjadi perampasan oksigen didalamnya sehingga oksigen menurun.  
Hubungan terhadap kadar O2 terlarut menurun, itu akan menyebabkan kadar CO2 akan meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Susanto (1993), dia menyatakan bahwa kehadiran karbondioksida (CO2) sangat erat kaitannya dengan keberadaan oksigen (O2), kenaikan kadar karbondioksida akan selalu diikuti oleh penurunan kadar oksigen. 
4.2.3   Hubungan Karbondioksida (CO2) Dengan Parameter Lain.
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan di laboratorium  pada pengukuran mengenai Karbondioksida (CO2), ternyata pada dasarnya memiliki hubungan dengan parameter lainya seperti salah satunya dalam pernyataan yang sudah dijelaskan sebelumnya terhadap perbandingan kadar karbondioksida antara akuarium A dan B yaitu dipengaruhi oleh volume oksigen didalamnya. Dimana dalam hal ini karbondioksida sangat mempengaruhi volume kadar oksigen dalam air. Hal ini sesuai dengan pernyataan Susanto (1993), apabila karbondioksida dalam air tinggi, maka kandungan kadar oksigen akan turun, begitu pun sebaliknya, sehingga ini akan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup suatu organisme dalam air.
Hubungan karbondioksida pada akuarium A dan B dengan parameter selanjutnya yaitu terhadap suhu. Dimana tinggi dan rendahnya kadar karbondioksida akan mempengaruhi juga terhadap kadar suhu dalam air. Karbondioksida yang tinggi, akan di ikuti oleh suhu. Artinya jika kadar karbondioksida naik, maka suhu pun ikut naik, begitu pun sebaliknya. Hal ini seiring dengan turunya oksigen dimana apabila oksigen turun, maka karbondioksida dan suhu akan naik. Hubunganya terdapat pada pernyataan Fujaya (2000), bahwa kadar oksigen akan meningkat pada suhu yang rendah dan akan berkurang seiring dengan naiknya suhu, lanjut dia katakana bahwa kelarutan oksigen juga akan menurun bila terjadi kenaikan kadar CO2.
Sesuai pernyataan diatas, artinya jika suhu naik maka oksigen akan turun, kemudian karbon akan ikut naik. Namun pada kedua akuarium tersebut setelah diamati, sangat jarang terdapat pengaruh karbondioksida terhadap kandungan suhu, karena banyak yang terdapat kadar karbondioksidanya turun tapi suhunya tetap sama pada kadar karbondioksida yang naik, seharusnya suhu harus ikut turun juga. Akan tetapi hal ini tidak akan berlangsung selamanya, karena ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi tinggi dan rendahnya kadar karbondioksida dalam air seperti pH dan lain – lain, seperti pernyataan Soeyasa (2001), tinggi dan rendahnya suatu karbondioksida dalam perairan tidak lepas dari pengaruh parameter lain seperti alkalinitas, kesadahan, suhu, cahaya dan sebagainya.


V.               KESIMPULAN DAN SARAN
5.1   Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil pengamatan praktek yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.    Kandungan karbondioksida terlarut (CO2) pada aquarium A hasil rata – ratanya yaitu 13,63 Mg/l.
2.     Kandungan karbondioksida terlarut (CO2) pada aquarium B hasil                  rata – ratanya yaitu 8,56 Mg/l.
3.    Penyebab faktor meningkat dan menurunya karbondioksida terlarut pada aquarium A dan B, disebabkan karena pengaruh suhu, oksigen terlarut dan kandungan parameter lainya.
4.    Kadar kandungan karbondioksida pada kedua aquarium tersebut, merupakan kandungan kadar karbon dioksida paling baik karena rata – rata berada dibawah 15 ppm.

5.2  Saran
Saran saya sebagai praktikan agar kedepanya dalam pengukuran kadar karbondioksida perlu ditambahnya pengukuran suhu secara bertahap yaitu dalam selang waktu yang pendek, tidak menutup kemungkinan, suhu akan selalu berubah setiap waktu dan itu akan berpengaruh pada kadar  karbon dioksida.


 











ALKALINITAS











I.                  PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Perairan merupakan suatu wadah atau tempat hidupnya suatu organisme atau mahkluk hidup baik hewan maupun tumbuhan. Kehidupan organisme tersebut dapat tumbuh dan berkembang apabila sangat ditunjang dari beberapa faktor, salah satunya pada kualitas perairan dilihat dari sifat kimianya termasuk diantaranya yaitu pada alkalinitas perairan.
Alkalinitas merupakan salah satu parameter terpenting dalam perairan, dimana sifat dari alkalinitas tersebut yaitu berfungsi sebagai penetralan asam dalam perairan guna untuk menyeimbangkan kondisi serta pertumbuhan organisme yang hidup didalamnya. Kandungan alkalinitas yang rendah, akan berdampak negatif pada produktifitas suatu organisme seperti akan mempengaruhi kesehatan dan pertumbuhan untuk kelangsungan hidupnya serta akan memepengaruhi kuantitas kadar parameter lainya diantaranya CO2, pH dan parameter lainya (Gusrina, 2008).
Masih banyak terdapat penjelasan mengenai dampak positif serta negatif mengenai kandungan alkalinitas dari berbagai sumber. Maka dari itu perlu dilakukanya praktikum limnologi mengenai alkalinitas agar kita dapat mengetahui lebih dalam kandungan positif serta negatif terhadap organisme yang hidup dalam lingkungan perairan.


1.2    Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum Limnologi mengenai Alkalinitas yaitu agar para praktikan dapat mengetahui kuantitas atau jumlah kadar alkalinitas dalam lingkup perairan.
Kegunaan dari praktikum Limnologi mengenai Alkalinitas yaitu sebagai penambahan ilmu pengetahuan secara langsung kepada praktikan untuk mengetahui kandungan kuantitas serta kualitas alkalinitas yang baik terhadap organisme perairan.















II.               TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Sifat Fisika Air
2.1.1  Kecerahan
Kecerahan merupakan gambaran kedalaman air yang dapat ditembus oleh cahaya dan visibel untuk mata pada umumnya. Penyinaran cahaya matahari akan berkurang secara cepat sesuai dengan makin tinginya kedalaman. Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan, yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk, berfungsi untuk menghitung tingkat kekeruhan air secara kuantitatif. Tingkat kekeruhan air tersebut dinyatakan dengan suatu nilai yang dikenal dengan kecerahan secchi disk (Efendi, 2003).

2.1.2 Suhu
Suhu merupakan salah satu parameter terpenting dalam perairan dimana kelangsungan suatu organisme ditentukan oleh volume atau tingkat tinggi rendahnya kadar suhu. Apabila tingkat kadar suhu dalam suatu perairan berlebihan, maka itu sangat membahayakan organisme yang ada didalamnya begitu pun sebaliknya jika suhu terlalu rendah, maka akan menyebabkan mortalitas atau kematian organisme perairan. Alkalinitas sangat dipengaruhi oleh suhu, dimana apabila suhu tinggi konsentrasi alkalinitas pun ikut tinggi, begitu pun sebaliknya (Kordi,2007).


2.2  Sifat Kimia Air
2.2.1  Sumber Alkalinitas Pada perairan.
Jumlah basa yang ada di air di definisikan apa yang disebut alkalinitas. Basa umum yang ditemukan di kolam ikan meliputi karbonat, bikarbonate, hidroksida dan pospat. Karbonat dan bikarbonat adalah komponen alkalinitas yang paling umum dan paling penting. Alkalinitas diukur dengan jumlah asam (ion hidrogen) air yang dapat terabsorp (buffer) sebelum mencapai pH yang ditunjukkan. (Naigty, 2008).
Alkalinitas adalah kapasitas air untuk menetralkan tambahan asam tanpa penurunan nilai pH larutan. Alkanitas merupakan hasil dari reaksi-reaksi dalam larutan sehingga merupakan sebuah analisa “makro” yang menggabungkan beberapa reaksi. Alkalinitas dalam air disebabkan oleh ion-ion karbonat (CO), bikarbonat (HCO), hidroksida (OH-) dan juga borat (BO), forfat (PO), silikat dan sebagainya. Dalam air sifat alkalinitas sebagian besar disebabkan oleh adanya bikarbonat (HCO) dan sisanya oleh karbonat (CO) dan hidroksida (OH-) (Ince,2008).
Alkalinitas merupakan kapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap pH perairan yang terdiri atas anion-anion seperti anion bikarbonat (HCO3-), karbonat (CO32-) dan hidroksida (OH-). Borat (H2BO3-), silikat (HSiO3-), fosfat (HPO42- dan H2PO4-) sulfide (HS-) dan amonia (NH3) dalam perairan yang dapat menetralkan kation hidrogen. Namun pembentuk alkalinitas yang utama adalah bikarbonat, karbonat dan hidroksida (Erikarianto, 2008).
2.2.2  Manfaat Alkalinitas Pada Perairan.
Alkalinitas mampu menetralisir keasaman di dalam air, Secara khusus alkalinitas sering disebut sebagai besaran yang menunjukkan kapasitas pembufferan dari ion bikarbonat, dan tahap tertentu ion karbonat dan hidroksida dalam air. Ketiga ion tersebut dalam air akan bereaksi dengan ion hidrogen sehingga menurunkan kemasaman dan menaikkan pH. Alkalinitas berperan juga dalam menentukan kemampuan air untuk mendukung pertumbuhan alga dan kehidupan air lainnya, hal ini dikarenakan Pengaruh sistem buffer dari alkalinitas, Alkalinitas berfungsi sebagai reservoir untuk karbon organik. Sehingga alkalinitas diukur sebagai Faktor kesuburan air (Muslimin, 2009).
            Alkalinitas merupakan penyangga (buffer) perubahan pH air dan indikasi kesuburan yang diukur dengan kandungan karbonat. Alkalinitas adalah kapasitas air untuk menetralkan tambahan asam tambah tanpa penurunan nilai pH larutan. Alkalinitas mampu menetralisir keasaman didalam air. Secara khusus alkalinitas sering disebut sebagai besaran yang menunjukan kapasitas pembufferan dari ion bikarbonat, dan tahap tertentu ion karbonat dan hidroksida dalam air. Ketiga ion tersebut dalam air akan bereaksi dengan ion hidrogen sehingga menurunkan keasaman dan menaikan pH  (Russady, 2010).

2.2.3  Kadar Alkalinitas Yang Baik Pada Perairan.
Perairan yang memiliki kandungan kalsium karbonat lebih dari 100 ppm itu berarti mengandung Alkalinitas yang baik. Sedangkan perairan yang kurang kalsium karbonat dari 100 ppm ini menunjukkan tingkat alkalinitasnya sedang. Alkalinitas biasanya dinyatakan dalam satuan ppm (mg/l) kalsium karbonat (CaCO3).  Air dengan kandungan kalsium karbonat lebih dari 100 ppm disebut sebagai alkalin, sedangkan air dengan kandungan kurang dari 100 ppm disebut sebagai lunak atau tingkat alkalinitas sedang (Idrus, 2009).
Alkalinitas optimal pada nilai 90-150 ppm. Alkalinitas rendah diatasi dengan pengapuran dosis 5 ppm, dan jenis kapur yang digunakan disesuaikan kondisi pH air sehingga pengaruh pengapuran tidak membuat pH air tinggi, serta disesuaikan dengan keperluan dan fungsinya (Muslimin, 2009).
pada umumnya lingkungan yang baik bagi kehidupan ikan adalah dengan nilai alkalinitas diatas 20 ppm (Idrus, 2009).
2.2.4 Dampak dan Penanggulangan Alkalinitas Pada Perairan.
Kandungan alkalinitas yang rendah, akan berdampak negatif pada produktifitas suatu organisme seperti akan mempengaruhi kesehatan dan pertumbuhan untuk kelangsungan hidupnya serta akan memepengaruhi kuantitas kadar parameter lainya diantaranya CO2, pH dan parameter lainya. Penyebab yang mempengaruhi terjadinya penurunan pH salah satunya yaitu terhadap bahan organik dimana  akibat pH yang kurang stabil maka konsentrasi total alkalinitas juga akan terpengaruh. Hal ini disebabkan karena pada keadaan asam banyak tersedia ion hidrogen bebas yang kemudian hidrogen bebas tersebut akan membentuk senyawa asam dengan mengikat basa-basa bebas seperti karbonat maupun bikarbonat yang merupakan unsur pembentuk total alkalinitas air, akibatnya menurunkan konsentrasi total alkalinitas (Gusrina, 2008).
Perairan dengan alkalinitas yang tinggi (kandungan mineral yang tinggi) dapat menyebabkan pengeringan yang berlebihan terhadap kulit, karena hilangnya kelembaban pada kulit (Reni,2008).
Alkanitas yang rendah diperiran dapat diatas dengan pengapuran dengan doses 5 ppm. Jenis kapur yang digunakan disesuaikan kondisi pH air sehingga pengaruh pengapuran tidak membuat pH tinggi. Jenis kapur yang baik digunakan adalah Ca (OH)2 diaplikasikan untuk menaikkan alkanitas sekaligus menaikkan pH air (Miseldi, 2007)
Ada sejumlah metode yang umum digunakan para akuaris untuk mencegah turunnya pH dan KH (Alkalinitas). Salah satunya dengan mengganti air secara berkala sambil menyedot secara manual sisa-sisa makanan, kotoran ikan, koral, dan invertebrata dari akuarium. Metode lain yang terbukti ampuh dan sangat direkomendasikan oleh pakar adalah menambahkan kalkwasser. Kalkwasser bahasa kimianya adalah kalsium hidroksida, yaitu zat yang dapat menanggulangi kadar alkalinitas dalam air (Idrus, 2008).
2.2.5 Hubungan alkalinitas Dengan Parameter lainya.
Menurut (Kordi, 2007), bahwa semakin tinggi konsentrasi ion H+, maka akan semakin rendah konsentrasi ion OH- dan pH <  7, dan perairan semacam ini bersifat asam. Hal sebaliknya terjadi jika konsentrasi ion OH- yang tinggi dan pH > 7, maka perairan bersifat alkalis (basah).
CO3 (karbonat) dalam reaksi atau mekanisme diatas melambangkan alkanitas air, sedangkan H+ merupakan sumber keamasaman. Dilihat dari mekanisme di atas perubahan nilai pH air sangat ditentukan oleh alkanitas air tersebut. Apabila alkalinitasnya tinggi, maka air tersebut akan mudah mengembalikan pH-nya kenilai semulanya (Ahmad, 2009).
Alkalinitas, pH dan Fotosintesa Basa berkaitan dengan reaksi alkalinitas dengan menetralisir asam. Karbonat dan bikarbonat dapat bereaksi baik dengan asam maupun basa dan buffer (meminimalkan) perubahan pH. pH dari air berbuffer kuat biasanya berfluktuasi antara 6,5 dan 9. di perairan dengan alkalinitas rendah, pH dapat sangat rendah yang membahayakan (CO2 dan asam karbonat dari respirasi) atau level tinggi yang membahayakan (fotosintesa yang cepat) (Naigty, 2008).

2.2.6 pH
pH merupakan tingkat derajat keasaman dalam air yang menunjukan aktifitas ion hidrogen dalam larutan tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hidrogen (dalam mol per liter) pada suhu tertentu atau dapat ditulis pH = log (H+). Jika pH dalam perairan < 4,5 maka air bersifat racun bagi ikan, sedangkan pH > 9,0 pertumbuhan ikan sangat terhambat. Maka dari itu pH yang diperlukan agar ikan mengalami pertumbuhan yang optimal yaitu 6,5 – 9,0 (Kordi, 2004).
CO3 (karbonat) dalam reaksi atau mekanisme diatas melambangkan alkanitas air, sedangkan H+ merupakan sumber keamasaman. Dilihat dari mekanisme di atas perubahan nilai pH air sangat ditentukan oleh alkanitas air tersebut. Apabila alkalinitasnya tinggi, maka air tersebut akan mudah mengembalikan pH-nya kenilai semulanya (Ahmad, 2009).

2.3  Sifat Biologi
2.3.1   Flora
Flora di Indonesia memiliki keanekaragaman yang tinggi karena wilayahnya yang luas dan berbentuk kepulauan tropis Keanekaragaman yang tinggi ini disebabkan oleh Garis Wallace, membagi Indonesia menjadi dua area; zona zoogeografi Asia, yang dipengaruhi oleh fauna Asia, dan zona zoogeografi Australasia, dipengaruhi oleh fauna Australia . Pencampuran fauna di Indonesia juga dipengaruhi oleh ekosistem yang beragam di antaranya seperti pantai, bukit pasir, muara, hutan bakau, dan terumbu karang (Hakim, 2008).
2.3.2   Fauna
Penyebaran fauna di Indonesia sangat beranekaragam jenis dan persebaranya,  karena didukung oleh wilaya Indonesia yang amat luas dan iklim tropis sehinga memiliki beranekaragam jenis fauna yang tersebar di wilaya Indonesia karena dilalui garis wellace. Garis wellace membagi Indonesia menjadi dua bagian besar yaitu zoona  zoogeografi asia  dan zoona zoogeografi ausralia (Hakim, 2008).
2.3.3 Produktifitas Primer
Menurut Fujaya (2000), produktivitas primer adalah laju produksi zat organik melalui proses fotosintesis. Produksi primer adalah jumlah karbon (C) yang diikat oleh fitoplankton per m2, per m3 dalam satuan waktu. Produksi primer merupakan suatu ekosistem, komunitas, atau berbagai unit kehidupan lainnya. Produksi primer juga  didefinisikan sebagai kecepatan dari penyimpanan energi matahari melalui fotosintesis dan kemosintesis oleh organisme produser dalam bentuk bahan organik sebagai bahan makanan.














III.           METODE PRAKTIKUM
3.1     Waktu dan Tempat
Praktikum Limnologi mengenai Alkalinitas dilaksanakan pada hari Jumat, Tanggal 11 Oktober 2011, dimulai pada Pukul 14.00 WITA sampai dengan selesai. Bertempat di Laboratorium Perikanan, Program studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako, Palu.

3.2     Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum Limnologi mengenai Alkalinitas yaitu sebagai berikut :
Tabel 3. Alat – alat Yang Digunakan Pada Pengukuran Alkalinitas.
NO
ALAT
KEGUNAAN
1.

2.
3.

4.

5.

6.
7.
8.

9.
Botol BOD

Labu Erlenmeyer
Gelas Ukur

Pipet Tetes

Bola Karet Penghisap

Termometer
Reflagtometer
pH-Meter

Alat tulis menulis
·         Sebagai alat untuk tempat penyimpanan bahan organik yang telah diencerkan.
·         Sebagai tempat zat yang akan dititrasi.
·         Sebagai alat untuk mengukur volume suatu zat kimia dalam bentuk laruran.
·         Sebagai alat untuk pengambilan bahan larutan dalam volume yang kecil/sedikit.
·         Sebagai alat untuk menghisap dan mengeluarkan cairan.
·         Sebagai alat untuk mengukur suhu.
·         Sebagai alat untuk mengukur salinitas.
·         Sebagai alat untuk mengukur tingkat keasamaan dalam perairan.
·         Sebagai alat untuk mencatat hasil praktikum.
Bahan yang digunakan pada praktikum Limnologi mengenai Alkalinitas yaitu larutan indikator phenolphtalein (PP), larutan indikator methyl orange (MO) dan larutan standard penitrasi asam sulfat (H2SO4).

3.3    Prosedur Kerja
3.3.1 sifat Fisika
3.3.1.1 Suhu
Adapun prosedur kerja suhu pada pengukuran mengenai Alkalinitas yaitu sebagai berikut :
1.    Mengambil alat pengukur suhu (termometer), meletakan termometer hingga berada dibawah permukaan air.
2.    Mengamati kisaran suhu dan kemudian mencatatnya.

3.3.2   Sifat Kimia
3.3.2.1 Alkalinitas
 Adapun prosedur kerja pada pengukuran mengenai alkalinitas yaitu sebagai berikut :
1.    Mengambil air sampel sebanyak 100 ml ke dalam labu erlenmeyer dan meneteskan 5 larutan PP. Jika larutan tidak berwarna, tambahkan 5 tetes larutan (MO). Titrasi dengan larutan H2SO4 dari warna kuning hingga berwarna orange, dan mencatat volume H2SO4 yang digunakan (M).
2.    Jika larutan berwarna, titrasi larutan H2SO4 dari warna pink menjadi bening, dan mencatat volume H2SO4 yang digunakan (P).
3.    Menambahkan 5 tetes indikator (MO), dan titrasi dengan H2SO4 sampai warna orange, dan mencatat volume H2SO4 yang digunakan (B).

3.3.2.2 pH
Adapun prosedur kerja pH pada pengukuran mengenai Alkalinitas yaitu sebagai berikut :
1.    Mengambil pengukur pH (pH-Meter), membuka penutup membran pHnya dan menekan tombol on/off untuk mengaktifkanya.
2.    Meletakan alat pH-Meter kedalam air sampai batas tertentu.
3.    Mengamati nilai pH air pada monitor pH-Meter dan mencatatnya.


3.4    Analisa Data
Adapun perhitungan kadar alkalintas sebagai berikut :
Ø  PP alkalinity          = (P) (N) (50) (1000) mg/L CaCO3
V


Ø  Total alkalinity      = (M atau P + B) (N) (50) (1000) mg/l CaCO3
V

Ø  Keterangan :
Dimana : M, P, B  = Volume peniter
N   =  Normalitas peniter (H2SO4 0,02 N)
V   = Volume ar sampel


IV.           HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1         Hasil
Berdasarkan hasil pengamatan praktikum di laboratorium, maka di dapatkan hasil sebagai berikut :


 




Gambar 5. Hasil Pengukuran Kadar PP Alkalinitas Aquarium A dan B.



 








Gambar  6. Hasil Pengukuran Kadar Total Alkalinitas Akuarium A dan B.

Gambar 7. pH Pada Akuarium A dan B.

4.2          Pembahasan
4.2.1 Perbandingan Alkalinitas Hasil Pengamatan Dengan Kadar Optimal.
Bersasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan di laboratorium pada pengukuran mengenai alkalinitas yaitu terhadap PP alkalinitas antara aquarium A dan B, ternyata setiap masing- masing pengukuran terdapat jumlah kadar PP alkalinitas yang berbeda – beda. Dimana pada kelompok 2A, PP alkalinitasnya yaitu 14 mg/l, pada kelompok 3A yaitu 9,5 mg/l dan pada kelompok 6A berjumlah 14 mg/l dengan jumlah total alkalinitasnya rata rata 29,16 mg/l. Sedangkan pada kelompok 1B, PP alkalinitasnya yaitu 10 mg/l, pada kelompok 4B yaitu 41,1 mg/l dan pada kelompok 5B berjumlah 50 mg/l dengan kandungan jumlah total alkalinitasnya rata –rata yaitu 74 mg/l.
Kondisi kandungan alkalinitas tersebut, terutama pada kandungan kadar PP alkalinitas pada aquarium A, sangat kurang baik untuk ruang lingkup kehidupan organisme. Karena kandungan rata –rata PP alkalinitasnya berada dibawah 20 mg/l, yaitu berjumlah 12,5 mg/l. Sedangkan pada aquarium B, kandungan rata – rata kadar PP alkalinitasnya diatas 20 mg/l , yaitu berjumlah 33,7 mg/l, dan ini merupakan kadar yang baik dalam kondisi kelangsungan hidup organisme. Sesuai dengan pernyataan yang saya dapatkan dari salah satu sumber, bahwa pada umumnya lingkungan yang baik bagi kehidupan ikan adalah dengan nilai alkalinitas diatas 20 ppm (Idrus, 2008).

4.2.2   Perbandingan Kadar Alkalinitas Aquarium A dan B.
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dilaboratorium  pada pengukuran mengenai alkalinitas terhadap perbandingan  kadar alkalinitas  antara aquarium A dan B sangat terlihat jelas perbedaan alkalinitasnya. Dimana pada aquarium A kandungan kadar alkalinitasnya lebih rendah sedangkan pada aquarium B lebih tinggi.
Hal diatas disebabkan karena beberapa faktor diantaranya yaitu pada kondisi air di aquarium A sudah tercemar bahan organik yang sangat berlebihan baik dari hasil metabolisme organisme itu sendiri (zat sisa), maupun bahan organik dari luar. Dimana bahan organik tersebut merupakan faktor penurunan pH pada perairan yang berdampak juga pada kadar alkalinitas. Seperti pernyataan       Gusrina (2008), bahwa diantara penyebab yang mempengaruhi terjadinya penurunan pH salah satunya yaitu terhadap bahan organik dimana  akibat pH yang kurang stabil maka konsentrasi total alkalinitas juga akan terpengaruh. Hal ini disebabkan karena pada keadaan asam banyak tersedia ion hydrogen bebas yang kemudian hidrogen bebas tersebut akan membentuk senyawa asam dengan mengikat basa-basa bebas seperti karbonat maupun bikarbonat yang merupakan unsur pembentuk total alkalinitas air, akibatnya menurunkan konsentrasi total alkalinitas.
Faktor selanjutnya setelah diselidiki, ternyata organisme yang berada pada aquarium A, itu ternyata bekas organisme yang sudah mati dan airnya pun tidak dilakukan pergantian. Jadi secara otomatis, kandungan alkalinitasnya sangat rendah karena sudah tercemar bahan organik, sedangkan pada aquarium B kondisi airnya stabil dan bukan merupakan bekas organisme yang mati. Oleh karena itu perbedaan tingkat kadar alkalinitas terhadap aquarium A dan B sangat berbeda.

4.2.3 Hubungan Alkalinitas Dengan Parameter Lain.
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dilaboratorium  pada pengukuran mengenai alkalinitas, ternyata memiliki hubungan dengan parameter lainya. Dimana alkalinitas sangat mempengaruhi tinggi rendahnya kadar parameter lainya. Dimana hubungan yang paling menonjol yaitu terhadap kadar pH.
Dari hasil yang telah didapatkan pada praktikum, kebanyakan terdapat apabila pH naik, maka kadar alkalinitasnya akan menurun, begitu pun sebaliknya. Dengan kata lain terjadi hubungan timbal balik apabila salah satu dari alkalinitas atau kadar pHnya naik. Berdasarkan pernyataan Kordi (2007), dalam konsep sederhananya bahwa, semakin tinggi konsentrasi ion H+, maka akan semakin rendah konsentrasi ion OH- dan pH <  7, dan perairan semacam ini bersifat asam. Hal sebaliknya terjadi jika konsentrasi ion OH- yang tinggi dan pH > 7, maka perairan bersifat alkalis (basah).
Jadi dari pernyataan diatas, pH merupakan struktur yang sangat penting untuk alkalinitas, dan begitu pun sebaliknya alkalinitas merupakan struktur terpenting dalam proses pH, karena Dilihat dari mekanisme di atas perubahan nilai pH air sangat ditentukan oleh alkanitas air tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang saya dapatkan dari salah satu sumber, bahwa dilihat dari mekanisme di atas perubahan nilai pH air sangat ditentukan oleh alkalinitas air tersebut. Apabila alkalinitasnya tinggi, maka air tersebut akan mudah mengembalikan pH-nya kenilai semulanya (Ahmad, 2009).
Selain itu pada pengamatan praktek yang dilakukan, hubungan alkalinitas dengan suhu tidak terlihat adanya hubungan naik serta turunya kadar terutama pada kadar suhu. Dalam praktikum ini suhu tidak berubah dan tetap berkisar 260 C. Sementara disisi lain terdapat kandungan alkalinitas yang kurang baik untuk memungkinkan kehidupan organisme yaitu pada aquarium A. Seharusnya kandungan kadar alkalinitas yang kurang baik akan berdampak juga pada penurunan parameter lainya salah satunya terhadap suhu. Karena secara logika suatu kondisi kandungan kadar – kadar parameter perairan yang kurang baik akan memungkinkan turunya semua kadar parameter dalam air, karena parameter – parameter tersebut saling berkaitan erat untuk proses terbentuknya kualitas air yang baik pada perairan.



V.               KESIMPULAN DAN SARAN
5.1     Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan praktikum yang telah dilakukan , maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.    Kandungan rata – rata kadar PP alkalinitas pada aquarium A yaitu 12,5 mg/l, dan ini termasuk kadar yang kurang baik untuk kehidupan organisme. Sedangkan pada aquarium B yaitu 33,7 mg/l dan ini merupakan kadar yang baik untuk kehidupan organisme.
2.    Kandungan rata –rata kadar total alkalintas pada aquarium A yaitu 29,16 mg/l, sedangkan pada aquarium B yaitu 74 mg/l.
3.    Bahan organik sangat mempengaruhi kuakitas kadar alkalinitas dalam air.
4.    Hubungan alkalinitas terhadap parameter lainya yang lebih menonjol yaitu terhadap pH. Dimana semakin tinggi pH, maka alkalinitas menurun dan begitupun sebaliknya.

5.2  Saran
Saran saya sebagai praktikan agar kedepanya dalam pengukuran kadar alkalinitas, perlu ditambahnya pengukuran pH secara bertahap, misalnya pengukuran pH dalam waktu setengah – setengah jam, karena kemungkinan pH akan selalu berubah setiap waktu dan itu akan mempengaruhi kadar alkalinitas dalam air.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, rukaesih. 2004. Kimia Lingkungan. Universitas Negeri, Jakarta.
Afrianto. E dan Liviawaty. E., 1991. Teknik Pembuatan Tambak Udang. Kanisus, Yogyakarta.
Ahmad, 2009.             Pengaruh-Alkalinitasdan-pH-Air-Minum-htm.                                               http://www.goecities.com/teamlokir. Diakses Pada Tanggal 15 November 2011 Pukul 19.00 WITA.
Asmawi, S., 1986. Pemeliharaan Ikan di Karamba. Gramedia, Jakarta.
Efendi, 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta.
Erikarianto, 2008. Parameter-Fisika-dan-Kimia-Perairan. http://wordpress.com. Diakses Pada Tanggal 28 November 2011. Pukul 19.30  WITA.
Fujaya, Y., 2000. Fisiologi Ikan Dasar. Pengembangan Teknik Perikanan. Rineka Cipta, Jakarta.
Gusrina, 2008. Budidaya Ikan Jilid I. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta.

Hakim, 2008. Flora_Fauna_Indonesia. http://id.wikipedia.org/wiki/. Diakses Pada Tanggal 2 Desember 2011 Pukul 17 .00 WITA.

Hardin, 2009. /topic/flora+air+tawar.html. http:// www.jevuska.com - Tembolok. Diakses Pada Tanggal 8 Desember 2011 Pada Pukul 14.30 WITA.
Ideianharini. 2008. Karbondioksida.html. http://wordpress.com. Diakses Pada Tanggal 1 November 2011 Pukul 25.30 WITA.
Idrus, 2008. Parameter Air. http://www.o-Fish.com.Diakses Pada Tanggal14 November 2011 Pukul 17.00 WITA.
Ince, 2008. Setelah belajar Tentang Alkalinitas. http://smk3ae.wordpress.com. Diakses Pada Tanggal 15 November 2011 Pukul 21.00 WITA.

Reni, 2008. Air-Kehidupan/ak-k-Kesudahan.html. http://Puretrex.com. Diakses Pada Tanggal 15 November 2011 Pukul 19.30 WITA.

Russady, RJ, 2010. Manajemen Kualitas. Http://my.opera.com/05/03/ Diakses Pada Tanggal 15 November 2011 Pukul 20.00 WITA.
Kordi, K.M.G.H, 2005. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan. Rineka Cipta, Jakarta.
Kordi.K.M.G.H, 2007. Kualitas Air Untuk Budidaya Udang Windu. PT. Perca, Jakarta.
Kordi.K.M.G.H, 2007. Meramu Pakan Untuk Ikan Karnivor. CV. Anelka Ilmu, Semarang.
Lesmana dan Bambang, 2001. Kualitas Air untuk Ikan Hias Air Tawar. Penebar   Swadaya, Jakarta.
Massofa, 2008. sejarah-perkembangan-hidrobiologi-dan-ruang-lingkupnya.http://wordpress.com. Diakses Pada Tanggal 6 Desember 2011 Pukul 20.34 WITA.
Miseldi, 2007. Alkalinitas Air. http://www.trobos.com. Diakses Pada Tanggal14 November 2011 Pukul 21.00 WITA.
Mujiman., A, 1989.  Makanan Ikan.  Penebar Swadaya, Jakarta.
Muslimin, 2009. Alkalinitas. http://id.wikipedia.org. Diakses Pada Tanggal 14 November 2011 Pukul 17.00 WITA.

Naigty, 2008. Interaksi-pH-CO2-Alkalinitas-amp-H ardness. http://www.indonesiaquaculture.com. Diakses Pada Tanggal 15 November 2011 Pukul 20.00 WITA.
Salmin, 2000. Kadar Oksigen Terlarut diPerairan Sungai Dadap, Goba, Muara
Sitanggang, M., dan Sarwono B., 2001. Budidaya Gurami. Penebar Swadaya, Jakarta.
Soeyasa, 2001. Ekologi Perairan. Departemen Kelautan dan Perikanan Dirjen.Pendidikan Menengah Atas, JakartA.
Susanto, 1991. Membuat Kolam Ikan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Susanto H, 1993.  Diskus.  Swadaya, Jakarta.
Zonneveld, N., Husiman, E.A., dan Boon, J.H., 1991. Prinsip-prinsip Budidaya Ikan. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

1 komentar:

  1. Baccarat, roulette, and the best place to play - Wahlburg
    Baccarat. 인카지노 With two bets at 샌즈카지노 the heart of it all, there's nothing to be said about the best 바카라 online casino game around, as it combines two

    BalasHapus